PUASA HALIMA
ehasanah675@gmail.com
Pagi hari ibu berangkat ke pasar
untuk belanja persiapan besok. Ibu akan membeli daging, sayur, dan lainnya. Ibu
ingin memasak yang enak untuk sahur pertama. Besok adalah hari pertama bulan
Ramadan.
"Ima, untuk makan sahur nanti
mau dimasakin apa oleh Ibu?" Tanya ibu kepada Halima.
"Apa saja Bu yang penting ada
kuahnya ya." Jawab Halima.
"Ibu masak soup iga ya. Ayah
dan Ima pasti suka." Ujar Ibu.
"Iya Bu, kita harus makan enak
dan bergizi untuk sahur nanti biar kuat puasanya." Kata Ayah ikut
menimpali.
"Iya. Ibu berangkat ke pasar
dulu ya." Ibu pamit sambil keluar rumah membawa keranjang belanjaan
kosong.
Dengan senang hati, ibu belanja dan
menyiapkan makanan untuk nanti sahur. Ibu berharap dan berdoa agar diberi kekuatan
dalam melakukan puasa tahun ini. Terutama Ibu menginginkan Halima bisa berpuasa
sebulan penuh dan tanpa ada yang batal.
Hari pertama, kedua, dan ketiga Halima
berpuasa sampai magrib. Sekarang hari keempat, Halima masih semangat berpuasa.
Oh iya sekarang sekolah juga mulai masuk. Halima pergi ke sekolah sampai
siang. Pukul 12an belajar selesai dan
dibubarkan setelah salat zuhur bersama. Tiba di rumah Halima tidak bertemu Ibu.
Mungkin ibu lagi ke rumah Nenek atau ke pasar, bisik Halima. Sambil menunggu
ibu, Halima menghidupkan televisi dan menontonnya. Tiba-tiba Halima merasakan
perutnya lapar. Halima mengambil minum dan apel di kulkas. Ketika dia makan
apel, baru teringat bahwa dia sedang puasa.
"Aduh... bagaimana ini. Aku
lupa aku lagi puasa. Aku takut ibu marah." Hati Halima berkecamuk. Apelnya
belum habis dimakan. Sejenak terdiam, tapi kemudian dia menghabiskan apelnya.
Sesaat kantuk datang dan Halima tertidur di depan televisi yang masih menyala.
Ibu tiba di rumah ketika Halima
masih pulas tertidur. Ibu mengusap kening Halima dan membiarkannya tertidur.
Nanti waktu ashar saja Halima dibangunkannya, pikir Ibu. Ibu membuka kulkas dan
mengambil sayuran untuk dibersihkan. Sayuran itu akan dimasaknya setelah salat
ashar nanti.
Ketika menutup kulkas, ada yang
aneh. Air minum dan apel berkurang. Pasti Halima nih yang mengambil, karena
tidak ada siapapun di rumah selain dia. Ayah juga belum pulang dari kantornya.
Ibu tidak berani membangunkan Halima yang masih tertidur pulas.
Setelah terdengar azan dari mesjid
dekat rumah, ibu membangunkan Halima. Ibu menyuruhnya mandi sore dan salat
ashar. Ibu belum mengatakan apapun tentang air minum dan apel itu sampai waktu
yang tepat.
Menjelang buka puasa, Ibu memanggil
Halima. Dengan pelan Ibu berkata," Halima merasa bersalah enggak?".
"Hmm... iya Bu. Maafin Ima Bu.
Ima salah Bu. Ima lupa tadi." Sahut Halima kelihatan ketakutan.
"Kok Ima lupa? Sekarang
puasanya sudah hari keempat kan? Ima jangan berbohong ya." Kata Ibu mulai
agak tinggi bicaranya.
"Maafin Bu. Benar Ima lupa Bu.
Ima batal puasanya." Sahut Halima ketakutan.
"Ya sudah, makan saja sekarang
tidak usah menunggu magrib. Tapi ingat besok jangan begitu lagi ya." Ujar
Ibu. Halima disuruh makan malah tidak mau karena merasa bersalah dan menyesal
tahun ini tidak bisa penuh sebulan puasanya. Dia juga tidak akan berani menagih
janji ke ayahnya. Janji ayahnya untuk membelikan sepeda kalau puasanya tamat
sebulan tanpa ada satu haripun yg batal terancam gagal. Halima sedih.
Banyak hikmah menjalankan ibadah puasa. Jika dari kecil sudah berlatih puasa niscaya karakter dapat terbentuk dari sana. Kejujuran kedisiplinan dan juga kesabaran. Semangat Halimah ..
BalasHapusKasihan Halima tdk jd punyavsepeda baru
BalasHapusPenting sekali menekankan anak untuk selalu jujur. Untung ibu halima gak galak
BalasHapus