Minggu, 31 Januari 2021

Ceritaku

 MULUTMU IBU GURU

Oleh: E. Hasanah

            Senin pagi adalah waktu yang paling tidak aku sukai. Alasannya sederhana saja, mau tahu kenapa? Semua orang yang memiliki tugas dinas atau pekerjaan yang terikat, baik sebagai guru, perawat, dokter, karyawan, atau apapun itu pasti merasakannya. Begitu juga dengan aku, sehingga menghadapi senin sudah penat duluan. Sampai suatu saat aku bilang kepada wakil kepala sekolah bagian kurikulum, bahwa kalau memungkinkan aku tidak diberi jadwal mengajar hari senin. Jawaban Wakakur (panggilan akrab kami-guru-guru-kepada rekan yang diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah bagian kurikulum), Insya Allah nanti mudah-mudahan bisa di semester 2. Kalau sekarang tidak bisa karena jadwalnya sudah fix. Merubah jadwal satu orang guru berarti akan merubah jadwal guru lainnya, katanya. Ya aku mengerti.


            Sebelum semester 1 berakhir, aku menemui lagi wakakur untuk meminta kembali keringanan untuk tidak ada jadwal di hari senin. Karena jadwal jam mengajar aku padat, 36 jam pelajaran dalam seminggu, jadi tidak dikabulkan permintaannya. Tetap harus ke sekolah tiap hari. Tapi ada kebijakan yakni diberi keringanan hari senin jadwal masuk kelas hanya 4 jampel. masuk jam pelajaran ke-4, yakni pukul 10.15 setelah istirahat ke-1. Alhamdulillah sangat bersyukur aku.

            Hari senin ini aku berangkat ke sekolah agak siang. Santai saja, dari rumah berangkat sekitar pukul 8.00 WIB. Di jalan sudah lenggang, karena karyawan sudah masuk pabrik. Kebetulan sepanjang jalan dari rumah ke sekolah melewati beberapa pabrik yang karyawannya ribuan, jadi suatu kenikmatan juga buat aku ketika berangkat sekolah tidak macet. Tiba di sekolah sekitar jam 8.45 WIB, masih belum waktunya masuk jadwal ngajarku. Sambil bersilaturahim aku bermaksud menemui Wakakur, hanya untuk menanyai kabar dan informasi agenda sekolah. Kebetulan Wakakur sedang berada di ruangannya.

            Sambil santai di ruangannya, kami berbincang tentang agenda sekolah. Tiba-tiba Wakakur bertanya, “Bu Has panitia PKL, kan? sekarang kan wali kelas 11 ya?’. Agenda rutin tahunan kelas 11 kan PKL (Pembelajaran Kunjungan Lapangan), katanya mengingatkanku. Sesuai rencana akan dilakukan bulan depan jadi mohon dipersiapkan juga siswa-siswi binaannya bisa ikut semua katanya. Siap jawabku pendek.

            Merasa perlu mengingatkan program sekolah tentang PKL itu, sebelum jam istirahat aku sudah berada di depan ruang kelas XI IPS 2. Aku diberi tugas menjadi wali kelas XI IPS2 tahun pelajaran ini. Aku menunggu guru keluar dari ruang kelas. Waktu istirahat tiba, aku meminta waktu istirahat siswa sebentar. Aku memberi pengarahan dan support kepada siswa agar semua bisa berangkat.

Dengan wajah-wajah sumringah mereka antusias ingin ikut PKL ke Bandung dan Yogyakarta. Tahun ini telah direncanakan PKL akan dilaksanakan bulan Februari dengan tujuan kunjungan dimulai dari Museum Geologi Bandung, UGM, Taman Pintar, dan pasti tidak akan ketinggalan kalau ke Yogyakarta itu ke Candi Parambanan, Candi Borobudur, dan Malioboro.

            Aku konfirmasi keikutsertaan mereka satu persatu dengan memanggil dan menanyakan kesiapannya. Semua siswa kelas XI IPS 2 siap mengikuti PKL ke Bandung- Yogyakarta. Ada beberapa permintaan dari mereka, seperti mereka meminta siswa dari kelasnya berangkat dalam satu bis yang sama. Meminta dibuatkan kaos seragam kelas agar memudahkan mengenal mereka dari kelas kebanggaannya. Dan hal-hal lain yang bersipat teknis. Sekolah kami memiliki agenda rutin PKL untuk kelas XI ini tiap tahun, dan aku selalu diberi tugas kalau tidak di kegiatan PKL ya biasanya pada kegiatan Ujian akhir kelas XII. Untuk tahun pelajaran ini aku diberi tugas menjadi panitia PKL sebagai sekretaris. Jadi aku harus mempersiapkannya lebih matang agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Juga berkaca dari pengalaman kegiatan PKL tahun-tahun sebelumnya. Aku yakinkan kelas XI IPS 2 binaanku ini bahwa mereka akan mengikuti kegiatan PKL ini dengan menyenangkan dan memberikan pengalaman yang luar biasa bagi mereka.

            Sesuai dengan perencanaan yang telah matang dibuat, kami berangkat PKL di bulan Februari ini. Kepala sekolah beserta wali kelas dan guru yang ditugaskan siap membimbing siswa-siswi seluruh kelas XI yang berjumlah 10 rombel. Peserta yang berangkat dari 10 kelas tersebut diatur menjadi 8 rombongan sesuai dengan bis yang digunakan. Aku mengatur sedemikian rupa agar complain dari siswa dapat dikurangi. Susah juga melayani keinginan semua siswa tapi minimal mereka mengerti bahwa pengaturan kelompok dalam rombongan ini dimaksudkan agar pelaksanaan PKL-nya efektif, efesien, dan tidak membebani mereka dengan biaya yang tinggi.

HORREEE… KITA JALAN-JALAN NIH

            Bis 1 sampai 8 berjajar di pinggir jalan, siap membawa kami melaksanakan PKL ke Bandung-Yogyakarta. Wajah-wajah bahagia terpancar dari para peserta. Kami berkumpul di lapangan basket untuk briefing, membahas teknis dan hal-hal yang harus disepakati bersama, juga tidak ketinggalan membaca doa bersama sebelum berangkat. Aku naik di bis 5 karena peserta di bis ini sepertiganya adalah kelas XI IPS2 binaanku. Sepanjang perjalanan aku duduk di bis-nya berpindah-pindah. Bagi aku ini adalah kesempatan untuk mengenal lebih dekat mereka. Aku juga akan mengetahui karakter setiap siswa binaanku. Banyak curhatan dari mereka yang membuat aku tersenyum bahkan ada juga yang mendorong aku untuk bertindak meluruskan karakter mereka.

            Salah satu siswaku bernama Agung memintaku untuk duduk bersama. Dia ingin konsultasi katanya. Jadilah kami duduk di bis yang kursinya dua. Kami ngobrol ngaler ngidul, tiba-tiba dia berkata, “Bu saya harus melanjutkan sekolah.” Bagus itu jawabku.

“Tapi saya juga ingin jadi polisi” lanjutnya. “Ya dua-duanya ada kemungkinan bisa tercapai cita-citamu itu Gung, Yakin saja Allah pasti mengabulkan keinginanmu”, timpalku. Sebenarnya aku sendiri juga tidak yakin dia bisa melanjutkan kuliah atau bisa menjadi polisi, bayar SPP saja menggunakan fasilitas BSM (Bantuan Siswa Miskin). Tapi Allah maha pengasih kepada hambanya. Aku beri dia motivasi dan dorongan agar bisa meraih cita-citanya.

            Sepanjang perjalanan PKL itu sangat menyenangkan. Kami bercanda bernyanyi dan tentu tetap koordinasi dengan rombongan di bis lain. Di hari pertama kegiatan di Museum Geologi Bandung, lanjut ke Yogyakarta dengan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya. Transit di sebuah Hotel untuk beristirahat dan mempersiapkan perjalanan hari berikutnya. Kegiatan berjalan lancar walau ada beberapa siswa sakit karena mabok perjalanan.

Di hari terakhir agenda kami kunjungan ke UGM. Siswa-siswa dibagi 3 kelompok besar, sesuai dengan jurusannya IPA, IPS, dan Bahasa. Nah karena aku ngajar Bahasa Inggris maka aku ikut kelompok jurusan bahasa. Kegiatan di UGM ini berjalan sesuai rencana, selanjutnya kunjungan terakhir ke candi Borobudur terus pulang.

Ketika kembali ke bis 5, dan bis mulai berjalan tiba-tiba si Agung bertanya, “Bu benar gak kita langsung pulang setelah dari Candi Borobudur? Ke hotel lagi gak Bu?” katanya sambil kelihatan hawatir. “Iya, kita sekarang ke Candi Borobudur terus nanti sore langsung pulang. Jadi nanti malam kita tidur di perjalanan dan besok pagi sampai di sekolah kita, Nak”, kataku.

Dengan wajah kesal dan sedikit marah, dia menghiba, “Bisa gak bu saya kembali lagi ke hotel karena ada barang yang ketinggalan di sana. Terus barangnya bukan milik saya.”

“Barang apa yang ketinggalan?” kataku ingin tahu.

“Tas di kamar hotel dan kamera bersama foto-foto yang sedang dicetak di warung percetakan dekat hotel”, jawabnya memelas.

Aku koordinasi dengan panitia lain mengatasi masalah ini. Saran dari teman-teman bahwa perjalanan tetap dilanjutkan. Seorang guru malah ada yang marah, Ketika aku usul untuk mengambil barang yang ketinggalan dan menyusul ke Candi Borobudur sendiri. Kata-katanya cukup pedas, “Ngapain bu Hasanah ngurusin satu anak tapi akan mengorbankan puluhan anak-anak lainnya.” Akhirnya ada ide, aku menghubungi seorang teman yang asli orang Yogya. Aku minta bantuan teman untuk bisa mengambilkan barang-barang yang ketinggalan itu di hotel.

Temanku mau membantu dan beliau pergi ke hotel. Petugas hotel memeriksa kamar yang telah ditempati Agung. Tapi tak ada barang yang ketinggalan. Kemudian beliau pergi ke toko tempat mencetak foto. Di sini hanya foto-foto cetakan yang belum diambil dan juga belum dibayar lunas biayanya. Tapi kameranya juga tidak ada. Beliau menyusul aku ke Candi Borobudur hanya membawa foto-foto hasil cetakannya saja.

Aku memanggil Agung dan mengklarifikasi barang-barang yang tertinggal itu. Dia tetap mengaku barangnya tertinggal. Kemudian aku pertemukan dengan temanku yang telah aku suruh ke hotel. Aku hubungi lagi pihak hotel agar Agung bisa menunjukkan di mana ketinggalan barangnya. Agung terdiam lama dan tidak mau ketika disuruh berbicara dengan pihak hotel. Hatiku mulai jengkel, aku mulai curiga Agung telah berbohong. Di depan temanku akhirnya aku meminta maaf dan membereskan masalah dengan hati nurani seorang ibu.

Selesaikah masalah Agung? “Tidak”, bisikku. Agung harus memiliki sikap yang jujur. Masa iya seorang siswa berani membohongi gurunya. Pikirku dengan guru saja berani berbohong apalagi ke teman atau orang lain. Aku harus bertindak. Aku mencari tahu sikap suka berbohong Agung ke teman-temannya. Ternyata sikap berbohongnya dia sudah terkenal di mata teman-temannya. Sampai dia berani berbohong bahwa dia dari keluarga miskin dan meminta BSM (Bantuan Siswa Miskin). Sekolah juga dibohongi, padahal orangtuanya dari keluarga yang mampu dan tidak berhak menerima BSM. Marahku memuncak, aku memanggil Agung. Aku perlakukan dia seperti seorang maling. Dia harus menjadi orang jujur, pikirku.

Di perjalanan pulang, Agung dengan mata berkaca menghiba dan meminta maaf atas kelakuannya itu. Aku bukan tidak mau memaafkannya, tapi naluriku sebagai guru berkata bahwa dia harus berubah. Dia harus jujur. Bagaimana caranya aku mendidik dia agar dia jujur sampai kapanpun. Perjalanan PKL berakhir tapi PR-ku belum selesai.

Sekolah seperti hari-hari biasa berjalan kembali setelah pelaksanaan PKL itu. Agung sudah dua kali menemuiku untuk meminta maaf. Dan ini yang ketiga kalinya dia datang. Melihat kesungguhannya untuk berubah dan berjanji tidak akan berbohong lagi aku mulai lega. Dia bersimpuh menandakan dia betul-betul menyesal. Satu kalimat yang aku katakan dan menyuruh dia untuk menuliskannya di kertas kosong.

Ibu memaafkanmu Nak dengan satu syarat kamu berjanji kepada dirimu sendiri untuk tidak berbohong lagi kepada siapapun dan kapanpun.

Aku berdoa mudah-mudahan Agung betul-betul berubah dan tidak akan berbohong lagi sampai kapanpun. Rasanya gagal aku menjadi guru kalau tidak bisa merubah sikap Agung.

Tahun berlalu hari berganti sampai suatu hari di ruang guru ada yang mencari. Bu Deti-seorang guru baru- teman mengajarku memanggil, katanya ada seorang berseragam polisi yang mencari ibu. Berdetak jantungku ada apa gerangan, aku dicari seseorang berseragam polisi. Merasa tidak pernah memiliki salah dan berurusan dengan polisi, aku menghampiri tamu itu. Ternyata ada Agung yang sekarang sudah menjadi polisi dan sebentar lagi akan menyelesaikan pendidikannya di Magelang. Dia datang sengaja mencariku hanya untuk berterimakasih dan meminta doa agar dimudahkan dalam ujian akhir pendidikannya di Magelang.

“Ucapan ibu selalu terngiang, saya tidak berani lagi berbohong bu. Mulut ibu ketika memarahi saya membekas di hati. Saya sangat menyesal dan kalau ibu tidak memaafkan saya waktu itu mungkin saya tidak seperti sekarang ini” curhatnya. Sekarang saya sengaja datang menemui ibu ke sini karena saya yakin mulut ibu bertuah. Doakan saya bu, kata Agung sambil merebut tanganku. Dia mencium tanganku dan menggenggamnya lama sambil seolah memaksaku untuk mendoakannya.

Ibu terimakasih telah mendidikku. Pukulan bertubi-tubi dalam latihan polisi tidak sekeras tangan lembut ibu waktu memukulku di Candi Borobudur. Bentakan kata-kata pelatihku tidak setajam mulut ibu waktu memarahiku di perjalanan pulang dari PKL itu. Pungkas Agung sambil pamit pulang.



30 komentar:

  1. Terharu saya membaca nya Bu🙏🙏🙏 kita memang tidak pernah tahu ke depannya. Masya Allah ikut bangga 👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih bun telah mampir. Betul kita harus menjaga lisan kita di depan anak-anak didik kita.

      Hapus
  2. Balasan
    1. Cerpen berdasarkan fakta bun hi hi hi
      Terimakasih ya sudah mampir

      Hapus
  3. Luar biasa ceritanya. Kadang kita tidak tahu reaksi mereka thd kata-kata kita. Ternyata ada yang sampai ke hati juga.

    BalasHapus
  4. Maa Syaa Allah bunda.. leganya hati ibu sejati tatkala didikannyà membuahkan hasil, pasti syukur yg tak terkira dipanjatkan. Sukses sll bunda..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bunda benar itu. Ternyata kalau sikap berbohong sudah dibiasakan susah banget untuk dirubahnya. Terimakasih ya sudah mampir.

      Hapus
  5. Terharu. Luar biasa ceritanya. Keren abiss. Sangat mengalir dan mengena.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih belajar pak Beje. Ayo kita semangat menulisnya. Terimakasih ya

      Hapus
  6. Andai aku wanita, pasti bulir-bulir embun di pelupuk mata jatuh membasahi kedua pipi. Ibu Hasanah pandai sekali, ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belajar dari pak D kan. Gurunya pak D pasti lebih pandai lho. Terimakasih pak D sudah mampir.

      Hapus
  7. baca kisah ini, mata berkaca-kaca terlebih kisanya persis seperti adik kelas saya di SMA yg diterima sebagai Brimob....bagus kisahnya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah master mau mampir di blogku. Terimakasih ya. Terutama terimakasih atas share ilmunya.

      Hapus
  8. Luar biasa cwrita ini sangat mwnginspirasi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih bun... cerita pengalaman yang sekarang jadi kenangan bun. Terimakasih ya telah mampir.

      Hapus
  9. Bunda... Cerpen yg keren...
    Betul sekali kadang2 kita suka diberi tugas tambahan yg harus kita ikuti. Semangat dan sukses.. .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih bun... dinikmati dan disyukuri. Ternyata sekarang jadi kekayaan hati yang menjadi kenangan indah. investasi akhirat bun.

      Hapus
  10. Kereeen tulisannya Bunda. Saya merasa ikut jalan-jalan. Sama dong saya juga ngajar 36 jam.

    BalasHapus
  11. Problem solving yang luar biasa dari Ibu Guru.
    Ketika masalah bertambah besar, masih tetap mencari jalan keluar yang bijaksana. Akhirnya pesan dari seorang guru menjadi ingatan yang membekas pada Agung.

    Luar biasa Ibu, terimakasih sudah berbagi kisah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya pak Indra. Itu sekarang hanya menjadi kenangan pak.
      Terimakasih ya telah mampir.

      Hapus
  12. Tulisannya sangat menginspirasi Lewat tulisan ibu, saya jadi teringat banyak kejadian yang saya alami ketika menghadapi anak yang bermasalah. Ahhh ,,, jadi kangen mereka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bun sama jadi kangen anak2 berseragam putih abu. Terimakasih ya.

      Hapus
  13. Wah,mantap pengalamannya,semoga banyak Agung- Agung yang lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul semoga banyak siswa yang berubah karakternya menjadi lebih baik di tangan guru ya. Terimakasih ya bun.

      Hapus
  14. Balasan
    1. Ya bu Yus banyak kenangan bersama mereka. seragam putih abu membuat guru ikut menikmati dunia mereka. Terimakasih ya sudah mampir.

      Hapus
  15. Cerpennya penuh inspiratif. Baik bagi guru maupun siswanya. Mantap Bu. Salam sukses

    BalasHapus
  16. Cerita yang mengharu-biru. Terima kasih sudah berbagi, Bu.

    BalasHapus

KSP

Kurikulum Satuan Pendidikan  Mengawali tahun pelajaran 2024-2025 pada hari Senin, 15 Juli 2024 semua madrasah melaksanakan Matsama (Masa ta&...