Minggu, 31 Januari 2021

Ceritaku

 MULUTMU IBU GURU

Oleh: E. Hasanah

            Senin pagi adalah waktu yang paling tidak aku sukai. Alasannya sederhana saja, mau tahu kenapa? Semua orang yang memiliki tugas dinas atau pekerjaan yang terikat, baik sebagai guru, perawat, dokter, karyawan, atau apapun itu pasti merasakannya. Begitu juga dengan aku, sehingga menghadapi senin sudah penat duluan. Sampai suatu saat aku bilang kepada wakil kepala sekolah bagian kurikulum, bahwa kalau memungkinkan aku tidak diberi jadwal mengajar hari senin. Jawaban Wakakur (panggilan akrab kami-guru-guru-kepada rekan yang diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah bagian kurikulum), Insya Allah nanti mudah-mudahan bisa di semester 2. Kalau sekarang tidak bisa karena jadwalnya sudah fix. Merubah jadwal satu orang guru berarti akan merubah jadwal guru lainnya, katanya. Ya aku mengerti.


            Sebelum semester 1 berakhir, aku menemui lagi wakakur untuk meminta kembali keringanan untuk tidak ada jadwal di hari senin. Karena jadwal jam mengajar aku padat, 36 jam pelajaran dalam seminggu, jadi tidak dikabulkan permintaannya. Tetap harus ke sekolah tiap hari. Tapi ada kebijakan yakni diberi keringanan hari senin jadwal masuk kelas hanya 4 jampel. masuk jam pelajaran ke-4, yakni pukul 10.15 setelah istirahat ke-1. Alhamdulillah sangat bersyukur aku.

            Hari senin ini aku berangkat ke sekolah agak siang. Santai saja, dari rumah berangkat sekitar pukul 8.00 WIB. Di jalan sudah lenggang, karena karyawan sudah masuk pabrik. Kebetulan sepanjang jalan dari rumah ke sekolah melewati beberapa pabrik yang karyawannya ribuan, jadi suatu kenikmatan juga buat aku ketika berangkat sekolah tidak macet. Tiba di sekolah sekitar jam 8.45 WIB, masih belum waktunya masuk jadwal ngajarku. Sambil bersilaturahim aku bermaksud menemui Wakakur, hanya untuk menanyai kabar dan informasi agenda sekolah. Kebetulan Wakakur sedang berada di ruangannya.

            Sambil santai di ruangannya, kami berbincang tentang agenda sekolah. Tiba-tiba Wakakur bertanya, “Bu Has panitia PKL, kan? sekarang kan wali kelas 11 ya?’. Agenda rutin tahunan kelas 11 kan PKL (Pembelajaran Kunjungan Lapangan), katanya mengingatkanku. Sesuai rencana akan dilakukan bulan depan jadi mohon dipersiapkan juga siswa-siswi binaannya bisa ikut semua katanya. Siap jawabku pendek.

            Merasa perlu mengingatkan program sekolah tentang PKL itu, sebelum jam istirahat aku sudah berada di depan ruang kelas XI IPS 2. Aku diberi tugas menjadi wali kelas XI IPS2 tahun pelajaran ini. Aku menunggu guru keluar dari ruang kelas. Waktu istirahat tiba, aku meminta waktu istirahat siswa sebentar. Aku memberi pengarahan dan support kepada siswa agar semua bisa berangkat.

Dengan wajah-wajah sumringah mereka antusias ingin ikut PKL ke Bandung dan Yogyakarta. Tahun ini telah direncanakan PKL akan dilaksanakan bulan Februari dengan tujuan kunjungan dimulai dari Museum Geologi Bandung, UGM, Taman Pintar, dan pasti tidak akan ketinggalan kalau ke Yogyakarta itu ke Candi Parambanan, Candi Borobudur, dan Malioboro.

            Aku konfirmasi keikutsertaan mereka satu persatu dengan memanggil dan menanyakan kesiapannya. Semua siswa kelas XI IPS 2 siap mengikuti PKL ke Bandung- Yogyakarta. Ada beberapa permintaan dari mereka, seperti mereka meminta siswa dari kelasnya berangkat dalam satu bis yang sama. Meminta dibuatkan kaos seragam kelas agar memudahkan mengenal mereka dari kelas kebanggaannya. Dan hal-hal lain yang bersipat teknis. Sekolah kami memiliki agenda rutin PKL untuk kelas XI ini tiap tahun, dan aku selalu diberi tugas kalau tidak di kegiatan PKL ya biasanya pada kegiatan Ujian akhir kelas XII. Untuk tahun pelajaran ini aku diberi tugas menjadi panitia PKL sebagai sekretaris. Jadi aku harus mempersiapkannya lebih matang agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Juga berkaca dari pengalaman kegiatan PKL tahun-tahun sebelumnya. Aku yakinkan kelas XI IPS 2 binaanku ini bahwa mereka akan mengikuti kegiatan PKL ini dengan menyenangkan dan memberikan pengalaman yang luar biasa bagi mereka.

            Sesuai dengan perencanaan yang telah matang dibuat, kami berangkat PKL di bulan Februari ini. Kepala sekolah beserta wali kelas dan guru yang ditugaskan siap membimbing siswa-siswi seluruh kelas XI yang berjumlah 10 rombel. Peserta yang berangkat dari 10 kelas tersebut diatur menjadi 8 rombongan sesuai dengan bis yang digunakan. Aku mengatur sedemikian rupa agar complain dari siswa dapat dikurangi. Susah juga melayani keinginan semua siswa tapi minimal mereka mengerti bahwa pengaturan kelompok dalam rombongan ini dimaksudkan agar pelaksanaan PKL-nya efektif, efesien, dan tidak membebani mereka dengan biaya yang tinggi.

HORREEE… KITA JALAN-JALAN NIH

            Bis 1 sampai 8 berjajar di pinggir jalan, siap membawa kami melaksanakan PKL ke Bandung-Yogyakarta. Wajah-wajah bahagia terpancar dari para peserta. Kami berkumpul di lapangan basket untuk briefing, membahas teknis dan hal-hal yang harus disepakati bersama, juga tidak ketinggalan membaca doa bersama sebelum berangkat. Aku naik di bis 5 karena peserta di bis ini sepertiganya adalah kelas XI IPS2 binaanku. Sepanjang perjalanan aku duduk di bis-nya berpindah-pindah. Bagi aku ini adalah kesempatan untuk mengenal lebih dekat mereka. Aku juga akan mengetahui karakter setiap siswa binaanku. Banyak curhatan dari mereka yang membuat aku tersenyum bahkan ada juga yang mendorong aku untuk bertindak meluruskan karakter mereka.

            Salah satu siswaku bernama Agung memintaku untuk duduk bersama. Dia ingin konsultasi katanya. Jadilah kami duduk di bis yang kursinya dua. Kami ngobrol ngaler ngidul, tiba-tiba dia berkata, “Bu saya harus melanjutkan sekolah.” Bagus itu jawabku.

“Tapi saya juga ingin jadi polisi” lanjutnya. “Ya dua-duanya ada kemungkinan bisa tercapai cita-citamu itu Gung, Yakin saja Allah pasti mengabulkan keinginanmu”, timpalku. Sebenarnya aku sendiri juga tidak yakin dia bisa melanjutkan kuliah atau bisa menjadi polisi, bayar SPP saja menggunakan fasilitas BSM (Bantuan Siswa Miskin). Tapi Allah maha pengasih kepada hambanya. Aku beri dia motivasi dan dorongan agar bisa meraih cita-citanya.

            Sepanjang perjalanan PKL itu sangat menyenangkan. Kami bercanda bernyanyi dan tentu tetap koordinasi dengan rombongan di bis lain. Di hari pertama kegiatan di Museum Geologi Bandung, lanjut ke Yogyakarta dengan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya. Transit di sebuah Hotel untuk beristirahat dan mempersiapkan perjalanan hari berikutnya. Kegiatan berjalan lancar walau ada beberapa siswa sakit karena mabok perjalanan.

Di hari terakhir agenda kami kunjungan ke UGM. Siswa-siswa dibagi 3 kelompok besar, sesuai dengan jurusannya IPA, IPS, dan Bahasa. Nah karena aku ngajar Bahasa Inggris maka aku ikut kelompok jurusan bahasa. Kegiatan di UGM ini berjalan sesuai rencana, selanjutnya kunjungan terakhir ke candi Borobudur terus pulang.

Ketika kembali ke bis 5, dan bis mulai berjalan tiba-tiba si Agung bertanya, “Bu benar gak kita langsung pulang setelah dari Candi Borobudur? Ke hotel lagi gak Bu?” katanya sambil kelihatan hawatir. “Iya, kita sekarang ke Candi Borobudur terus nanti sore langsung pulang. Jadi nanti malam kita tidur di perjalanan dan besok pagi sampai di sekolah kita, Nak”, kataku.

Dengan wajah kesal dan sedikit marah, dia menghiba, “Bisa gak bu saya kembali lagi ke hotel karena ada barang yang ketinggalan di sana. Terus barangnya bukan milik saya.”

“Barang apa yang ketinggalan?” kataku ingin tahu.

“Tas di kamar hotel dan kamera bersama foto-foto yang sedang dicetak di warung percetakan dekat hotel”, jawabnya memelas.

Aku koordinasi dengan panitia lain mengatasi masalah ini. Saran dari teman-teman bahwa perjalanan tetap dilanjutkan. Seorang guru malah ada yang marah, Ketika aku usul untuk mengambil barang yang ketinggalan dan menyusul ke Candi Borobudur sendiri. Kata-katanya cukup pedas, “Ngapain bu Hasanah ngurusin satu anak tapi akan mengorbankan puluhan anak-anak lainnya.” Akhirnya ada ide, aku menghubungi seorang teman yang asli orang Yogya. Aku minta bantuan teman untuk bisa mengambilkan barang-barang yang ketinggalan itu di hotel.

Temanku mau membantu dan beliau pergi ke hotel. Petugas hotel memeriksa kamar yang telah ditempati Agung. Tapi tak ada barang yang ketinggalan. Kemudian beliau pergi ke toko tempat mencetak foto. Di sini hanya foto-foto cetakan yang belum diambil dan juga belum dibayar lunas biayanya. Tapi kameranya juga tidak ada. Beliau menyusul aku ke Candi Borobudur hanya membawa foto-foto hasil cetakannya saja.

Aku memanggil Agung dan mengklarifikasi barang-barang yang tertinggal itu. Dia tetap mengaku barangnya tertinggal. Kemudian aku pertemukan dengan temanku yang telah aku suruh ke hotel. Aku hubungi lagi pihak hotel agar Agung bisa menunjukkan di mana ketinggalan barangnya. Agung terdiam lama dan tidak mau ketika disuruh berbicara dengan pihak hotel. Hatiku mulai jengkel, aku mulai curiga Agung telah berbohong. Di depan temanku akhirnya aku meminta maaf dan membereskan masalah dengan hati nurani seorang ibu.

Selesaikah masalah Agung? “Tidak”, bisikku. Agung harus memiliki sikap yang jujur. Masa iya seorang siswa berani membohongi gurunya. Pikirku dengan guru saja berani berbohong apalagi ke teman atau orang lain. Aku harus bertindak. Aku mencari tahu sikap suka berbohong Agung ke teman-temannya. Ternyata sikap berbohongnya dia sudah terkenal di mata teman-temannya. Sampai dia berani berbohong bahwa dia dari keluarga miskin dan meminta BSM (Bantuan Siswa Miskin). Sekolah juga dibohongi, padahal orangtuanya dari keluarga yang mampu dan tidak berhak menerima BSM. Marahku memuncak, aku memanggil Agung. Aku perlakukan dia seperti seorang maling. Dia harus menjadi orang jujur, pikirku.

Di perjalanan pulang, Agung dengan mata berkaca menghiba dan meminta maaf atas kelakuannya itu. Aku bukan tidak mau memaafkannya, tapi naluriku sebagai guru berkata bahwa dia harus berubah. Dia harus jujur. Bagaimana caranya aku mendidik dia agar dia jujur sampai kapanpun. Perjalanan PKL berakhir tapi PR-ku belum selesai.

Sekolah seperti hari-hari biasa berjalan kembali setelah pelaksanaan PKL itu. Agung sudah dua kali menemuiku untuk meminta maaf. Dan ini yang ketiga kalinya dia datang. Melihat kesungguhannya untuk berubah dan berjanji tidak akan berbohong lagi aku mulai lega. Dia bersimpuh menandakan dia betul-betul menyesal. Satu kalimat yang aku katakan dan menyuruh dia untuk menuliskannya di kertas kosong.

Ibu memaafkanmu Nak dengan satu syarat kamu berjanji kepada dirimu sendiri untuk tidak berbohong lagi kepada siapapun dan kapanpun.

Aku berdoa mudah-mudahan Agung betul-betul berubah dan tidak akan berbohong lagi sampai kapanpun. Rasanya gagal aku menjadi guru kalau tidak bisa merubah sikap Agung.

Tahun berlalu hari berganti sampai suatu hari di ruang guru ada yang mencari. Bu Deti-seorang guru baru- teman mengajarku memanggil, katanya ada seorang berseragam polisi yang mencari ibu. Berdetak jantungku ada apa gerangan, aku dicari seseorang berseragam polisi. Merasa tidak pernah memiliki salah dan berurusan dengan polisi, aku menghampiri tamu itu. Ternyata ada Agung yang sekarang sudah menjadi polisi dan sebentar lagi akan menyelesaikan pendidikannya di Magelang. Dia datang sengaja mencariku hanya untuk berterimakasih dan meminta doa agar dimudahkan dalam ujian akhir pendidikannya di Magelang.

“Ucapan ibu selalu terngiang, saya tidak berani lagi berbohong bu. Mulut ibu ketika memarahi saya membekas di hati. Saya sangat menyesal dan kalau ibu tidak memaafkan saya waktu itu mungkin saya tidak seperti sekarang ini” curhatnya. Sekarang saya sengaja datang menemui ibu ke sini karena saya yakin mulut ibu bertuah. Doakan saya bu, kata Agung sambil merebut tanganku. Dia mencium tanganku dan menggenggamnya lama sambil seolah memaksaku untuk mendoakannya.

Ibu terimakasih telah mendidikku. Pukulan bertubi-tubi dalam latihan polisi tidak sekeras tangan lembut ibu waktu memukulku di Candi Borobudur. Bentakan kata-kata pelatihku tidak setajam mulut ibu waktu memarahiku di perjalanan pulang dari PKL itu. Pungkas Agung sambil pamit pulang.



Jumat, 29 Januari 2021

Bonus Demografi


BONUS DEMOGRAFI

Bonus demografi diprediksi akan dialami Bangsa Indonesia pada sekitar 20-30 tahun akan datang. Hal itu dapat terjadi karena jumlah penduduk usia produktif yakni usia 15 – 64 tahun lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif. Jumlah usia produktif itu diperkirakan akan mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. Konsekwensinya bonus demografi ini bisa menjadi tantangan sekaligus kesempatan besar. Untuk itulah saat ini perlu mempersiapkan yang terbaik dalam mengimplementasikan konsep-konsep organisasi, kepemimpinan, dan manajemen personil dalam pendidikan. Dan lebih penting dari itu pemerintah harus menyiapkan sumber daya manusia yang andal dan siap bersaing. Bidang pendidikan harus mampu menciptakan Sumber Daya Manusia yang dinamis, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berdaya saing global.

Tantangan utama terkait bonus demografi sebenarnya ada pada ketenagakerjaan selain pendidikan yang harus kita persiapkan dari sekarang. Terkait ketenagakerjaan, sekitar 58,26 persen atau setara dengan 75,37 juta jiwa tenaga kerja di Indonesia merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau di bawahnya. Ini  berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2019. Kondisi ini akan berdampak pada produktivitas dan daya saing tenaga kerja yang masih rendah, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan dunia industri.

Untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan industri maka dunia pendidikan perlu strategi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dunia pendidikan menjadi kunci utama untuk bonus demografi. Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan terampil perlu adanya kerja sama seluruh lapisan masyarakat dan lembaga terkait. Untuk menciptakan generasi muda yang produktif dan memiliki keterampilan khusus maka perlu adanya pendidikan dan pelatihan secara kontinyu pada lembaga-lembaga atau institusi-institusi pendidikan.

Lembaga-lembaga pendidikan dan perguruan tinggi perlu menyiapkan lulusan yang mampu bersaing di dunia industri. Dengan lulusan yang berkualitas dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dianggap mampu hadapi fenomena bonus demografi.

Pemerintah perlu menyiapkan kurikulum yang mengacu pada kreativitas dan inovasi agar para lulusan terlatih dengan memiliki pola pikir kreatif serta berwawasan luas. Selain itu,  lembaga-lembaga pendidikan ini juga perlu menyiapkan lulusannya dengan bekal kompetensi di bidangnya masing-masing. Dengan kompetensi dan bakat yang dimiliki diharapkan lulusan dari Lembaga pendidikan dapat memenuhi kebutuhan dunia industri dan wirausaha.

Namun bukan hanya itu saja, generasi muda juga harus mampu menciptakan  lapangan pekerjaan guna turut andil membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran. Angka pengangguran dalam masa bonus demografi diperkirakan akan mengalami peningkatan karena jumlah usia produktif tidak sebanding dengan luasnya lapangan pekerjaan.

Dalam rangka menyongsong bonus demografi kita perlu menyikapi dengan baik. Persiapan generasi emas Indonesia tahun 2045 diperlukan pembangunan pendidikan dalam perspektif masa depan, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern, serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan membangun pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dalam konteks demikian, pembangunan pendidikan itu mencakup berbagai dimensi (Kemendikbud, 2017).

Kamis, 28 Januari 2021

#KamisMenulis_Bebas

 BEBAS

Oleh: E. Hasanah

Rutinitas kadang membuat seseorang jemu. Melakukan hal yang sama dan berulang-ulang akan menjadi suatu kebiasaan. Bagi seorang perempuan seperti Emak rutinitas adalah keniscayaan. Tanpa rutinitas pekerjaan adalah kekosongan. Mengapa Emak berpendapat seperti itu? Karena rutinitas pekerjaan adalah hidup itu sendiri. Dan rutinitas pekerjaan adalah nilai ibadah kepada sang pencipta kehidupan. Apapun itu pekerjaannya. Penting bagi kita menggunakan akal agar bisa membedakan mana pekerjaan atau tindakan yang baik, benar, dan bermanfaat.


Hari ini pak D Susanto memberikan tantangan menulis dalam kegiatan #Kamis Menulis dengan tema *bebas*.  Respon dari sahabat WA grup bervariatif, tapi yang jelas membuat Emak tersenyum. Ternyata bagi kita apapun temanya akan memunculkan ide-ide yang berbeda. Guru-guru memang harus pintar dan banyak ide ya he he he. Padahal temanya hanya 1 kata 5 huruf. Tapi kalau diberi tantangan satu huruf juga pasti ide banyak muncul lho. Misalnya pak D kamis depan memberi tantangan dengan satu huruf *O* atau *A*, pasti ide bisa dikembangkan jadi satu kalimat, satu alinea, bahkan satu artikel. O o o percaya gak? Buktikan saja (ha ha ha just kidding).

Nah sekarang kembali ke tema *bebas*.  Bebas lho ya kita mau menulis apa, atau bahkan tidak menulis juga bebas kok. Tapi tentu bebas juga ada konsekuensi dari bebas-nya itu. Contoh hari ini Emak bebas tidak akan menulis apapun. Konsekuensinya Emak tidak bisa menyetorkan tulisannya, blognya kosong, dan tentu besok Emak tidak punya harapan untuk mendapat buku dari sahabat penulis. Iya, kan?

Kesimpulannya bebas juga mengandung konsekuensi yang harus diterima. Jadi sebetulnya bebas itu adalah pilihan pekerjaan atau tindakan yang akan dilakukan oleh kita dengan konsekuensi atau akibatnya. Mari Ibu Bapak kita bebas memilih tindakan yang akan dilakukan. Tapi ingat kita harus mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan itu.  Pertimbangkanlah tindakan baik atau buruk, benar atau salah, serta bermanfaat atau mudharat. Kunci pilihannya ada dalam akal kita. Ketika akal berfungsi tentu tindakan kita akan menjadi amal baik.

Emak mengajak sahabat mari kita bebas melakukan pekerjaan atau indakan apapun tapi ingat pergunakan akal kita agar pekerjaan itu bernilai ibadah dan menjadi amal kebajikan. Tindakan kita dinilai dari kualitasnya yang didasari dengan keikhlasan hati dan sesuai dengan petunjuk dari Sang pemberi hidup melalui uswatun hasanah contoh tauladan nabi Muhammad SAW. Sesuai dengan firman-Nya:

“Dialah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. al-Mulk: 2)

Wallahubisshowab…

 

 

Rabu, 27 Januari 2021

AISEI

 TERIMAKASIH AISEI

Oleh: E. Hasanah

Selasa, 19 Januari 2021 adalah hari ketika AISEI merayakan HUT-nya yang ke-2. Beberapa agenda yang dilakukan adalah Pre-Launching Buku Kurikulum Ngumpet, Pengumuman Pemenang Lomba Blog Nasional AISEI, dan Launching AISEI Podcast. Acara digelar melalui Zoom.

Di tengah kesibukanku mempersiapkan pernikahan anak sulungku, aku masih menyempatkan mengikuti acara ultahnya AISEI ini dari awal sampai akhir. Ada keinginan kuat untuk mengetahui AISEI ini. Sebelumnya aku telah memberanikan diri menjadi anggota dan mengikuti lomba blog Nasional AISEI dengan mengirimkan tulisan tentang Guru yang Menginspirasi.

Tarraaa…. Pada akhir acara pengumuman pemenang lomba blog, namaku disebut. Aku sampai mendekatkan telinga ke PC, untuk memastikan aku tidak salah dengar. Alhamdulillah… walaupun hanya masuk salah satu dari 10 juara favorit, ini membuatku sangat bahagia. Aku perhatikan ya namaku ada di urutan ke-4 juara favorit. Ini membuatku termotivasi dan memberikan rasa percaya diri bahwa kalau belajar pasti bisa.

Terimakasih AISEI atas segala apresiasinya, inspirasi dan dukungan atas terwujudnya niat dan keinginan untuk belajar menjadi seorang penulis.

Tak ada kata yang paling baik selain ungkapan rasa syukur kepada yang maha kuasa. Serta ucapan terimakasih kepada semua pihak -Ibu Bapak yang tergabung dalam ikatan komunitas AISEI- atas partisipasinya dalam membimbingku untuk bisa belajar menulis bersama. Proses pembelajaran menulis terasa mudah karena peranan AISEI sebagai komunitas guru-guru hebat sangat membantu aku sebagai penulis pemula. Dukungan dari sahabat-sahabat online juga terjalin erat sehingga memacu dan memotivasi untuk terus belajar dan belajar agar tulisan yang dihasilkan semakin baik.

Sehubungan dengan apresiasi yang diberikan dalam ajang lomba blog AISEI pada ulang tahunnya yang kedua, saya haturkan terimakasih. Jujur apresiasi ini menjadi motivasi dan dorongan kuat bagi aku untuk mewujudkan keinginan menjadi penulis.

Aku yakin bahwa seorang penulis hebat pasti memulai dari belajar dan menjadi penulis pemula. Belajar menulis bagi aku ibarat paspor menuju masa depan karena besok lusa adalah milik kami penulis yang belajar hari ini.

Menjadi Penulis adalah Sebuah Mimpi.

Konsistensi belajar menulis adalah proses yang harus dilalui.

AISEI hadir untuk menguatkan aku.

TERIMAKASIH AISEI.

Siap Asesmen Madrasah

 ASESMEN MADRASAH TP 2023-2024         Di bawah ini disajikan prosedur operasional standard (POS) asesmen madrasah tahun pelajaran 2023-2024...