Persahabatan Maya
Oleh: E. Hasanah
Persahabatan Maya
Oleh: E. Hasanah
Berbakti kepada
kedua orang tua
E. Hasanah
Malam
ini Nenek menginap di rumah. Halima sangat senang karena dia bisa tidur bersamanya. Nenek pasti mendongeng dulu sebelum tidur.
"Nek,
tidurnya di kamar Ima ya. Ini Ima
bereskan tempat tidurnya. Bantal selimutnya juga sudah disiapkan Nek."
Kata Halima.
"Iya,
Nenek menginap juga karena kangen pada Ima lho.
Nonton TV dulu enggak, ada film kartun nih." Ujar Nenek.
"Enggak
Nek. Ima ingin mendengarkan dongeng Nenek saja." Pinta Halima.
"Iya,
Ayo ke kamar tidur." Ajak Nenek.
"Ima,
tadi di sekolah belajar apa?" Tanya Nenek sambil mengambil bantal dan
duduk di pinggir ranjang.
"Belajar
membaca Al-Qur'an Iqro 2. Kemudian menghapal doa kedua orang tua Nek. Kata Bu
guru kita harus menghormati ibu dan ayah, membantu, berbakti pada mereka, dan
selalu mendoakannya, Nek." Jawab Halima.
"Terus
Ima sudah hapal doanya? Coba Nenek ingin dengar." Sahut Nenek.
"Hapal
dong. Begini Nek, Bismillahirrohmaanirrohiim, Rabbigfirlii Waliwaalidayya
Warhamhumaa Kamaa Rabbayaanii Shagiiran.”
"Wah
Ima pintar sekali." Puji Nenek.
"Sekarang
Nenek mendongeng buat Ima ya!" Rengek Halima.
"Iya,
Nenek akan mendongeng tentang Malin Kundang. Anak yang tidak berbakti pada
orangtuanya. Tapi ngomong-ngomong Ima
sudah salat Isya belum?" Tanya Nenek.
"Belum,
Nek."
"Sekarang
wudhu dulu, salat Isya, baru Nenek kasih dongengnya ya." Nenek menyuruh
Halima sebelum mendongeng. ***
Siang
ini cuaca panas sekali. Halima dan Hasna sedang main rumah-rumahan di depan
rumah. Tiba-tiba Tante Sarah datang membawa tentengan.
“Hallo…
Sedang apa kalian? Main rumah-rumahan ya.” sapa Tante Sarah sambil menghampiri
Halima dan Hasna.
“Iya.
Itu bawa apa Tante di kresek?” tanya Halima.
“Ini
Tante bawakan buah sirsak. Ibu Ima ada gak? Kita bikin jus sirsak yuk, pasti
enak dan segar karena hari sedang panas begini.” Sahut Tante Sarah.
“Asyik
… Ayo Tante. Hasna tinggalkan dulu mainannya, kita bikin jus sirsak dulu sama
Tante Sarah.” Kata Halima sambil mengajak Hasna.
“Bu
… Ini ada Tante Sarah membawa sirsak. Dibikin jus ya.” Teriak Halima memanggil
Ibu. Ibu Halima keluar rumah dan mempersilahkan Tante Sarah dan mengajak Hasna
masuk. Kemudian mereka membuat jus buah sirsak bersama-sama. Ibu mengambil
blender, gula, dan lainnya. Tante Sarah mengupas buah sirsaknya. Halima dan
Hasna memperhatikan Tante Sarah.
“Tante,
apa ya manfaat makan buah sirsak?” celetuk Hasna yang dari tadi memperhatikan
Tante Sarah mengupas Sirsak.
“Manfaatnya
ya? Ini buah sirsaknya sudah matang. Rasanya pasti manis agak asam
menyegarkan. Selain untuk menghilangkan
haus jika minum jus sirsaknya, manfaat lainnya banyak. Kan sirsak mengandung
vitamin D, kalium, karbohidrat, serat, dan kandungan nutrisi lainnya. Jadi
manfaat untuk tubuh kita juga bisa meningkatkan daya tahan tubuh. Melancarkan
pencernaan, meredakan peradangan, dan Kesehatan kulit juga itu bagus. Kalau
Hasna banyak kutu rambutnya juga bisa diobati dengan daun sirsaknya.” Tante
Sarah menjelaskan panjang lebar.
Setelah
buah sirsaknya selesai dibuat jus, mereka meminumnya bersama. ***
Peralatan Dapur Warisan Nenek
E. Hasanah
Halima
adalah murid kelas 3 SD. Dia murid yang tidak begitu pandai tapi sangat
disenangi teman-temannya. Sikap serta sipat baik dan penyayangnya yang membuat
dia disukai temannya. Halima tidak masuk sekolah 3 hari ini tanpa kabar. Nana
teman akrabnya memberi tahu bahwa Halima tidak masuk sekolah karena Halima
sedang berkabung. Neneknya meninggal.
Mengetahui
neneknya meninggal, teman-teman Halima datang menjenguk. Benar saja Halima sedang
bersedih dan wajahnya murung.
Halima
senang melihat teman-temannya datang dan menghiburnya. Ibunya Halima juga ikut
senang. Cepat-cepat ibu menyiapkan makan siang untuk mereka. Pasti mereka lapar
karena mereka belum pulang dan langsung ke sini dari sekolah, bisik ibunya
Halima dalam hati.
"Nak,
ayo kita makan bersama. Ini ibu sudah siapkan. Biar Halima juga makannya
banyak." Ajak ibunya Halima.
"Iya,
ayo teman-teman kita makan dulu ya." Halima menimpali ibunya sambil
mengajak Nana dan teman lainnya. Halima menyodorkan piring berbunga bagus.
"Wah
jadi merepotkan ibu." Kata Nana sambil mengambil ikan di piring.
Mereka
menikmati makan siang bersama sambil mendengarkan Halima bercerita banyak
tentang Neneknya.
"Ini
piring bagus peninggalan Nenek." Halima mulai bercerita. "Ada juga
cangkir dan pisinnya yang biasa Nenek pakai. Sepasang dengan teko kecilnya,
digunakan untuk membuat teh tubruk atau minuman wedang. Kalau mangkok ini biasa
digunakan Nenek untuk soup, karena tahan panas." Kata Halima melanjutkan.
"Neneknya
sekarang sudah meninggal jadi perabotannya dipakai siapa?" Tanya Nana.
"Perabotan
warisan Nenek ini dipakai kalau ada tamu spesial seperti kalian ini."
Jawab Halima menutup ceritanya.
PUASA HALIMA
ehasanah675@gmail.com
Pagi hari ibu berangkat ke pasar
untuk belanja persiapan besok. Ibu akan membeli daging, sayur, dan lainnya. Ibu
ingin memasak yang enak untuk sahur pertama. Besok adalah hari pertama bulan
Ramadan.
"Ima, untuk makan sahur nanti
mau dimasakin apa oleh Ibu?" Tanya ibu kepada Halima.
"Apa saja Bu yang penting ada
kuahnya ya." Jawab Halima.
"Ibu masak soup iga ya. Ayah
dan Ima pasti suka." Ujar Ibu.
"Iya Bu, kita harus makan enak
dan bergizi untuk sahur nanti biar kuat puasanya." Kata Ayah ikut
menimpali.
"Iya. Ibu berangkat ke pasar
dulu ya." Ibu pamit sambil keluar rumah membawa keranjang belanjaan
kosong.
Dengan senang hati, ibu belanja dan
menyiapkan makanan untuk nanti sahur. Ibu berharap dan berdoa agar diberi kekuatan
dalam melakukan puasa tahun ini. Terutama Ibu menginginkan Halima bisa berpuasa
sebulan penuh dan tanpa ada yang batal.
Hari pertama, kedua, dan ketiga Halima
berpuasa sampai magrib. Sekarang hari keempat, Halima masih semangat berpuasa.
Oh iya sekarang sekolah juga mulai masuk. Halima pergi ke sekolah sampai
siang. Pukul 12an belajar selesai dan
dibubarkan setelah salat zuhur bersama. Tiba di rumah Halima tidak bertemu Ibu.
Mungkin ibu lagi ke rumah Nenek atau ke pasar, bisik Halima. Sambil menunggu
ibu, Halima menghidupkan televisi dan menontonnya. Tiba-tiba Halima merasakan
perutnya lapar. Halima mengambil minum dan apel di kulkas. Ketika dia makan
apel, baru teringat bahwa dia sedang puasa.
"Aduh... bagaimana ini. Aku
lupa aku lagi puasa. Aku takut ibu marah." Hati Halima berkecamuk. Apelnya
belum habis dimakan. Sejenak terdiam, tapi kemudian dia menghabiskan apelnya.
Sesaat kantuk datang dan Halima tertidur di depan televisi yang masih menyala.
Ibu tiba di rumah ketika Halima
masih pulas tertidur. Ibu mengusap kening Halima dan membiarkannya tertidur.
Nanti waktu ashar saja Halima dibangunkannya, pikir Ibu. Ibu membuka kulkas dan
mengambil sayuran untuk dibersihkan. Sayuran itu akan dimasaknya setelah salat
ashar nanti.
Ketika menutup kulkas, ada yang
aneh. Air minum dan apel berkurang. Pasti Halima nih yang mengambil, karena
tidak ada siapapun di rumah selain dia. Ayah juga belum pulang dari kantornya.
Ibu tidak berani membangunkan Halima yang masih tertidur pulas.
Setelah terdengar azan dari mesjid
dekat rumah, ibu membangunkan Halima. Ibu menyuruhnya mandi sore dan salat
ashar. Ibu belum mengatakan apapun tentang air minum dan apel itu sampai waktu
yang tepat.
Menjelang buka puasa, Ibu memanggil
Halima. Dengan pelan Ibu berkata," Halima merasa bersalah enggak?".
"Hmm... iya Bu. Maafin Ima Bu.
Ima salah Bu. Ima lupa tadi." Sahut Halima kelihatan ketakutan.
"Kok Ima lupa? Sekarang
puasanya sudah hari keempat kan? Ima jangan berbohong ya." Kata Ibu mulai
agak tinggi bicaranya.
"Maafin Bu. Benar Ima lupa Bu.
Ima batal puasanya." Sahut Halima ketakutan.
"Ya sudah, makan saja sekarang
tidak usah menunggu magrib. Tapi ingat besok jangan begitu lagi ya." Ujar
Ibu. Halima disuruh makan malah tidak mau karena merasa bersalah dan menyesal
tahun ini tidak bisa penuh sebulan puasanya. Dia juga tidak akan berani menagih
janji ke ayahnya. Janji ayahnya untuk membelikan sepeda kalau puasanya tamat
sebulan tanpa ada satu haripun yg batal terancam gagal. Halima sedih.
#Kamis Menulis 13-08-2021
KOK KELUAR?
E. Hasanah
Sore hari ini Om Nif nampak sedikit murung. Ada apa gerangan? Penasaran juga Bu Nana melihat anaknya berwajah sedih. Dengan perlahan bu Nana menghampiri Om Nif.
"Kenapa Nif kok wajahnya murung. Ada masalahkah?"
"Gak ada apa-apa Bu."
"Benar enggak apa-apa nih?" Desak bu Nana.
"Iya gak ada apa-apa. Hanya sedikit sedih saja." Jawab Om nif.
"Sedihnya kenapa, ada apa? Curhat dong. Biar hati lebih tenang. Mungkin bisa Ibu bantu atau kasih pendapat." Kata bu Nana ingin tahu.
"Ya ... gimana ya bilangnya?"
"Kok gimana, ya bilang saja ada apa."
Om Nif sungkan mengatakan sesuatu yang menjadi penyebab dia murung dan sedih. Namun dia tidak mau juga melukai perasaan ibunya. Kalau tidak menjawab pertanyaannya pasti ibunya kepikiran tuh.
"Ada masalah apa?" Ujar bu Nana lagi.
"Anu bu ... hmmm anu bu .... nanti saja saya bilangnya ya." Timpal Om Nif
"Kenapa?"
"Keluar bu."
"Apa yang keluar?"
"Anu bu .... itu istri bu ... keluar."
"Iya istri keluar ke mana?" Bu Nana semakin kilhatan ingin tahunya.
"Istri katanya keluar lagi bu. Enggak jadi bakal punya anaknya."
Kali ini bu Nana yang kaget, "Kok keluar sih?"
"Iya tadi sudah ke bidan periksa kandungannya. Karena dari kemarin pendarahan, eh tahunya katanya keguguran bu." Kata Om Nif.
"Ya mau gimana lagi kalau sudah keluar. Suruh istirahat saja istrimu dan jangan lupa makannya tuh diperhatikan. Sekarang bersabar saja. Itu mungkin yang terbaik. Berdoa saja mudah-mudahan tuhan memberikan momongannya nanti pada waktu yang tepat." Saran bu Nana.
Setelah mendengar nasihat ibunya, Om Nif terlihat raut wajahna berubah. Sedikit tenang dan tidak terlalu murung. Sebaliknya bu Nana nampak menyembunyikan rasa kecewanya.
CERITA PAGI MADA
ehasanah675@gmail.com
Tergesa turun dari motor ayahnya,
Mada hampir saja jatuh. Dengan wajah cemberut dan agak marah, dia berlari.
"Nak... salim dulu sama ayah", panggil pak Ahmad.
"Kesiangan ayah ... salimnya besok lagi saja", katanya sambil berlari
menuju ruang belajar TK yang letaknya di belakang.
Pak Ahmad hanya memperhatikan Mada berlari terburu-buru tanpa turun dari
motornya. Sesaat kemudian dia pergi meninggalkan gerbang sekolah TK itu.
Belum sampai sepuluh menit, tiba-tiba teriakan terdengar nyaring.
"Yahhhh... ayah …ayah", Mada memanggil-manggil ayahnya. Matanya
kelihatan mulai terisak.
Dokumen pribadi Kelas A TK HALIMA Bojonggenteng
"Kenapa Nak?" Aku keluar rumah.
Mada hanya terisak dan isakannya mulai mengeras. Refleks aku peluk dia, sambil
aku ulangi pertanyaannya, "Kenapa Nak? Ada apa? Ayahmu ninggalin ya? Ayo
ibu antar ke sekolahnya" ajakku menawarkan bantuan.
Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Isakan tangisnya semakin kencang. Aku
bingung juga. Sambil tetap aku pegangi Mada, aku telpon salah seorang guru TK
pengajarnya. Suara di ujung sana menjawab, "Hari ini anak-anak diliburkan
Bun. Ada rapat guru-guru di Korwil."
Walah ini Mada rupanya tidak tahu ada pemberitahuan yang kemarin disampaikan. Akhirnya aku menyuruh Bu Guru untuk mengantarkan Mada pulang.
Kurangnya komunikasi dan koordinasi kadang membuat repot semuanya. Hal ini
sering sekali aku sampaikan kepada guru-guru dalam rapat intern.
Pernah suatu saat aku katakan dengan nada bercanda bahwa aku takut ada anak TK yang
diculik orang. Jadi tolong nomor Handphone orangtua anak harus dimiliki setiap
guru.
Tanpa disadari motor ibu guru yang mengantar Mada sudah kembali.
"Bun masih berdiri di situ? Marah ya? Mohon maaf bun kemarin Mada tidak
masuk dan saya lupa memberitahukan orangtuanya bahwa hari ini
libur." Terbata Bu guru itu berkata. Nampak dia merasa bersalah.
"Oh ya ini Bun ada jagung dan rambutan dari ayahnya Mada. Kata beliau
terimakasih banyak atas bantuannya." Sambil menurunkan dua kresek
penuh berisi jagung dan rambiutan.
Sambil pamitan Bu Guru itu berujar, "Alhamdulillah ada saja rizki dari
orang tua anak ya Bun. Rizki memang tidak disangka-sangka."
#Kamis, 04-03-2021 (4321)
#Cerita Murid Hari ini
BAHADUR
Oleh: E.
Hasanah
Sambil menikmati secangkir kopi hitam di pagi hari
ini, Emak membuka handphone. Sudah banyak pesan yang menarik untuk dibuka. WA
grup lagerunal menunjukkan ada pesan lebih dari seratusan. Wah bakalan asyik ini
sarapan. Satu persatu pesan itu Emak baca. Sejenak Emak terpaku dan terdiam.
Tertera pukul 00.00. Di tengah malam mengirim pesan tantangan #Kamis Menulis.
Di minggu ke-3 ini tantangannya
disepakati bermain kata #SuakaMargaKata. Tema tantangannya kata bahadur. Luar biasa Pak Mazmo berjuang demi
pintarnya sahabat lage.
Emak mengingat, tak pernah ia menemukan kata
'bahadur' sepanjang pengetahuannya. Tantangan Pak Mazmo harus dijawab, akhirnya
Emak membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Oh ini dia, *bahadur*
menunjukkan kata benda (nomina) yang artinya *pahlawan, satria*.
Sedangkan sebagai kata sipat atau adjektiva artinya *gagah berani*. Kata bahadur
ini termasuk dalam ragam bahasa klasik.
Siapa ya yang termasuk bahadur era sekarang ini? Mungkin
orang-orang yang berjasa dan berperan aktif untuk memajukan bangsa. Sebutlah
Bapak BJ Habibi, Gus Dur, atau bahkan kita sebagai guru yang tak kenal lelah
meningkatkan kompetensi diri demi anak-anak negeri. Bagi Emak sendiri bahadur
sekarang ini adalah Pak Mazmo. Alasannya apa? Beliau berperan aktif mendorong
dan memotivasi kita untuk tetap belajar menulis agar bisa meninggalkan jejak
hidup. Pahlawan meninggalkan jasa bagi negara dan bangsa. Bahadur meninggalkan
nilai-nilai kesatria. Guru meninggalkan nilai-nilai kebaikan dan ilmu. Semoga
kita meninggalkan tulisan yang berguna bagi sesama.
MULUTMU IBU GURU
Oleh: E. Hasanah
Senin pagi adalah waktu yang
paling tidak aku sukai. Alasannya sederhana saja, mau tahu kenapa? Semua orang
yang memiliki tugas dinas atau pekerjaan yang terikat, baik sebagai guru,
perawat, dokter, karyawan, atau apapun itu pasti merasakannya. Begitu juga
dengan aku, sehingga menghadapi senin sudah penat duluan. Sampai suatu saat aku
bilang kepada wakil kepala sekolah bagian kurikulum, bahwa kalau memungkinkan
aku tidak diberi jadwal mengajar hari senin. Jawaban Wakakur (panggilan akrab
kami-guru-guru-kepada rekan yang diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala
sekolah bagian kurikulum), Insya Allah nanti mudah-mudahan bisa di semester 2.
Kalau sekarang tidak bisa karena jadwalnya sudah fix. Merubah jadwal satu orang
guru berarti akan merubah jadwal guru lainnya, katanya. Ya aku mengerti.
Sebelum semester 1 berakhir, aku menemui lagi wakakur untuk meminta kembali keringanan untuk tidak ada jadwal di hari senin. Karena jadwal jam mengajar aku padat, 36 jam pelajaran dalam seminggu, jadi tidak dikabulkan permintaannya. Tetap harus ke sekolah tiap hari. Tapi ada kebijakan yakni diberi keringanan hari senin jadwal masuk kelas hanya 4 jampel. masuk jam pelajaran ke-4, yakni pukul 10.15 setelah istirahat ke-1. Alhamdulillah sangat bersyukur aku.
Hari senin ini aku berangkat ke
sekolah agak siang. Santai saja, dari rumah berangkat sekitar pukul 8.00 WIB.
Di jalan sudah lenggang, karena karyawan sudah masuk pabrik. Kebetulan
sepanjang jalan dari rumah ke sekolah melewati beberapa pabrik yang karyawannya
ribuan, jadi suatu kenikmatan juga buat aku ketika berangkat sekolah tidak
macet. Tiba di sekolah sekitar jam 8.45 WIB, masih belum waktunya masuk jadwal
ngajarku. Sambil bersilaturahim aku bermaksud menemui Wakakur, hanya untuk
menanyai kabar dan informasi agenda sekolah. Kebetulan Wakakur sedang berada di
ruangannya.
Sambil santai di ruangannya, kami
berbincang tentang agenda sekolah. Tiba-tiba Wakakur bertanya, “Bu Has panitia
PKL, kan? sekarang kan wali kelas 11 ya?’. Agenda rutin tahunan kelas 11 kan
PKL (Pembelajaran Kunjungan Lapangan), katanya mengingatkanku. Sesuai rencana
akan dilakukan bulan depan jadi mohon dipersiapkan juga siswa-siswi binaannya
bisa ikut semua katanya. Siap jawabku pendek.
Merasa perlu mengingatkan program sekolah tentang PKL itu, sebelum jam istirahat aku sudah berada di depan ruang kelas XI IPS 2. Aku diberi tugas menjadi wali kelas XI IPS2 tahun pelajaran ini. Aku menunggu guru keluar dari ruang kelas. Waktu istirahat tiba, aku meminta waktu istirahat siswa sebentar. Aku memberi pengarahan dan support kepada siswa agar semua bisa berangkat.
Dengan wajah-wajah sumringah mereka antusias ingin ikut PKL ke Bandung
dan Yogyakarta. Tahun ini telah direncanakan PKL akan dilaksanakan bulan
Februari dengan tujuan kunjungan dimulai dari Museum Geologi Bandung, UGM,
Taman Pintar, dan pasti tidak akan ketinggalan kalau ke Yogyakarta itu ke Candi
Parambanan, Candi Borobudur, dan Malioboro.
Aku konfirmasi keikutsertaan mereka
satu persatu dengan memanggil dan menanyakan kesiapannya. Semua siswa kelas XI
IPS 2 siap mengikuti PKL ke Bandung- Yogyakarta. Ada beberapa permintaan dari
mereka, seperti mereka meminta siswa dari kelasnya berangkat dalam satu bis
yang sama. Meminta dibuatkan kaos seragam kelas agar memudahkan mengenal mereka
dari kelas kebanggaannya. Dan hal-hal lain yang bersipat teknis. Sekolah kami
memiliki agenda rutin PKL untuk kelas XI ini tiap tahun, dan aku selalu diberi
tugas kalau tidak di kegiatan PKL ya biasanya pada kegiatan Ujian akhir kelas
XII. Untuk tahun pelajaran ini aku diberi tugas menjadi panitia PKL sebagai
sekretaris. Jadi aku harus mempersiapkannya lebih matang agar hal-hal yang
tidak diinginkan tidak terjadi. Juga berkaca dari pengalaman kegiatan PKL tahun-tahun
sebelumnya. Aku yakinkan kelas XI IPS 2 binaanku ini bahwa mereka akan
mengikuti kegiatan PKL ini dengan menyenangkan dan memberikan pengalaman yang
luar biasa bagi mereka.
Sesuai dengan perencanaan yang telah
matang dibuat, kami berangkat PKL di bulan Februari ini. Kepala sekolah beserta
wali kelas dan guru yang ditugaskan siap membimbing siswa-siswi seluruh kelas
XI yang berjumlah 10 rombel. Peserta yang berangkat dari 10 kelas tersebut
diatur menjadi 8 rombongan sesuai dengan bis yang digunakan. Aku mengatur sedemikian
rupa agar complain dari siswa dapat dikurangi. Susah juga melayani keinginan
semua siswa tapi minimal mereka mengerti bahwa pengaturan kelompok dalam
rombongan ini dimaksudkan agar pelaksanaan PKL-nya efektif, efesien, dan tidak
membebani mereka dengan biaya yang tinggi.
HORREEE…
KITA JALAN-JALAN NIH
Bis 1 sampai 8 berjajar di pinggir
jalan, siap membawa kami melaksanakan PKL ke Bandung-Yogyakarta. Wajah-wajah
bahagia terpancar dari para peserta. Kami berkumpul di lapangan basket untuk
briefing, membahas teknis dan hal-hal yang harus disepakati bersama, juga tidak
ketinggalan membaca doa bersama sebelum berangkat. Aku naik di bis 5 karena
peserta di bis ini sepertiganya adalah kelas XI IPS2 binaanku. Sepanjang
perjalanan aku duduk di bis-nya berpindah-pindah. Bagi aku ini adalah
kesempatan untuk mengenal lebih dekat mereka. Aku juga akan mengetahui karakter
setiap siswa binaanku. Banyak curhatan dari mereka yang membuat aku tersenyum
bahkan ada juga yang mendorong aku untuk bertindak meluruskan karakter mereka.
Salah satu siswaku bernama Agung
memintaku untuk duduk bersama. Dia ingin konsultasi katanya. Jadilah kami duduk
di bis yang kursinya dua. Kami ngobrol ngaler ngidul, tiba-tiba dia berkata,
“Bu saya harus melanjutkan sekolah.” Bagus itu jawabku.
“Tapi saya juga
ingin jadi polisi” lanjutnya. “Ya dua-duanya ada kemungkinan bisa tercapai
cita-citamu itu Gung, Yakin saja Allah pasti mengabulkan keinginanmu”,
timpalku. Sebenarnya aku sendiri juga tidak yakin dia bisa melanjutkan kuliah
atau bisa menjadi polisi, bayar SPP saja menggunakan fasilitas BSM (Bantuan
Siswa Miskin). Tapi Allah maha pengasih kepada hambanya. Aku beri dia motivasi
dan dorongan agar bisa meraih cita-citanya.
Sepanjang perjalanan PKL itu sangat
menyenangkan. Kami bercanda bernyanyi dan tentu tetap koordinasi dengan
rombongan di bis lain. Di hari pertama kegiatan di Museum Geologi Bandung,
lanjut ke Yogyakarta dengan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan
sebelumnya. Transit di sebuah Hotel untuk beristirahat dan mempersiapkan
perjalanan hari berikutnya. Kegiatan berjalan lancar walau ada beberapa siswa
sakit karena mabok perjalanan.
Di hari terakhir agenda kami kunjungan ke UGM. Siswa-siswa dibagi 3
kelompok besar, sesuai dengan jurusannya IPA, IPS, dan Bahasa. Nah karena aku
ngajar Bahasa Inggris maka aku ikut kelompok jurusan bahasa. Kegiatan di UGM
ini berjalan sesuai rencana, selanjutnya kunjungan terakhir ke candi Borobudur
terus pulang.
Ketika kembali ke bis 5, dan bis mulai berjalan tiba-tiba si Agung
bertanya, “Bu benar gak kita langsung pulang setelah dari Candi Borobudur? Ke
hotel lagi gak Bu?” katanya sambil kelihatan hawatir. “Iya, kita sekarang ke
Candi Borobudur terus nanti sore langsung pulang. Jadi nanti malam kita tidur
di perjalanan dan besok pagi sampai di sekolah kita, Nak”, kataku.
Dengan wajah kesal dan sedikit marah, dia menghiba, “Bisa gak bu saya
kembali lagi ke hotel karena ada barang yang ketinggalan di sana. Terus
barangnya bukan milik saya.”
“Barang apa yang ketinggalan?” kataku ingin tahu.
“Tas di kamar hotel dan kamera bersama foto-foto yang sedang dicetak di
warung percetakan dekat hotel”, jawabnya memelas.
Aku koordinasi dengan panitia lain mengatasi masalah ini. Saran dari
teman-teman bahwa perjalanan tetap dilanjutkan. Seorang guru malah ada yang
marah, Ketika aku usul untuk mengambil barang yang ketinggalan dan menyusul ke
Candi Borobudur sendiri. Kata-katanya cukup pedas, “Ngapain bu Hasanah ngurusin
satu anak tapi akan mengorbankan puluhan anak-anak lainnya.” Akhirnya ada ide,
aku menghubungi seorang teman yang asli orang Yogya. Aku minta bantuan teman
untuk bisa mengambilkan barang-barang yang ketinggalan itu di hotel.
Temanku mau membantu dan beliau pergi ke hotel. Petugas hotel memeriksa
kamar yang telah ditempati Agung. Tapi tak ada barang yang ketinggalan.
Kemudian beliau pergi ke toko tempat mencetak foto. Di sini hanya foto-foto
cetakan yang belum diambil dan juga belum dibayar lunas biayanya. Tapi
kameranya juga tidak ada. Beliau menyusul aku ke Candi Borobudur hanya membawa
foto-foto hasil cetakannya saja.
Aku memanggil Agung dan mengklarifikasi barang-barang yang tertinggal
itu. Dia tetap mengaku barangnya tertinggal. Kemudian aku pertemukan dengan
temanku yang telah aku suruh ke hotel. Aku hubungi lagi pihak hotel agar Agung
bisa menunjukkan di mana ketinggalan barangnya. Agung terdiam lama dan tidak
mau ketika disuruh berbicara dengan pihak hotel. Hatiku mulai jengkel, aku
mulai curiga Agung telah berbohong. Di depan temanku akhirnya aku meminta maaf
dan membereskan masalah dengan hati nurani seorang ibu.
Selesaikah masalah Agung? “Tidak”, bisikku. Agung harus memiliki sikap
yang jujur. Masa iya seorang siswa berani membohongi gurunya. Pikirku dengan
guru saja berani berbohong apalagi ke teman atau orang lain. Aku harus bertindak.
Aku mencari tahu sikap suka berbohong Agung ke teman-temannya. Ternyata sikap
berbohongnya dia sudah terkenal di mata teman-temannya. Sampai dia berani
berbohong bahwa dia dari keluarga miskin dan meminta BSM (Bantuan Siswa
Miskin). Sekolah juga dibohongi, padahal orangtuanya dari keluarga yang mampu
dan tidak berhak menerima BSM. Marahku memuncak, aku memanggil Agung. Aku
perlakukan dia seperti seorang maling. Dia harus menjadi orang jujur, pikirku.
Di perjalanan pulang, Agung dengan mata berkaca menghiba dan meminta maaf
atas kelakuannya itu. Aku bukan tidak mau memaafkannya, tapi naluriku sebagai
guru berkata bahwa dia harus berubah. Dia harus jujur. Bagaimana caranya aku
mendidik dia agar dia jujur sampai kapanpun. Perjalanan PKL berakhir tapi PR-ku
belum selesai.
Sekolah seperti hari-hari biasa berjalan kembali setelah pelaksanaan PKL
itu. Agung sudah dua kali menemuiku untuk meminta maaf. Dan ini yang ketiga
kalinya dia datang. Melihat kesungguhannya untuk berubah dan berjanji tidak
akan berbohong lagi aku mulai lega. Dia bersimpuh menandakan dia betul-betul
menyesal. Satu kalimat yang aku katakan dan menyuruh dia untuk menuliskannya di
kertas kosong.
Ibu
memaafkanmu Nak dengan satu syarat kamu berjanji kepada dirimu sendiri untuk
tidak berbohong lagi kepada siapapun dan kapanpun.
Aku berdoa mudah-mudahan Agung betul-betul berubah dan tidak akan
berbohong lagi sampai kapanpun. Rasanya gagal aku menjadi guru kalau tidak bisa
merubah sikap Agung.
Tahun berlalu hari berganti sampai suatu hari di ruang guru ada yang
mencari. Bu Deti-seorang guru baru- teman mengajarku memanggil, katanya ada
seorang berseragam polisi yang mencari ibu. Berdetak jantungku ada apa
gerangan, aku dicari seseorang berseragam polisi. Merasa tidak pernah memiliki
salah dan berurusan dengan polisi, aku menghampiri tamu itu. Ternyata ada Agung
yang sekarang sudah menjadi polisi dan sebentar lagi akan menyelesaikan
pendidikannya di Magelang. Dia datang sengaja mencariku hanya untuk
berterimakasih dan meminta doa agar dimudahkan dalam ujian akhir pendidikannya
di Magelang.
“Ucapan ibu selalu terngiang, saya tidak berani lagi berbohong bu. Mulut
ibu ketika memarahi saya membekas di hati. Saya sangat menyesal dan kalau ibu
tidak memaafkan saya waktu itu mungkin saya tidak seperti sekarang ini”
curhatnya. Sekarang saya sengaja datang menemui ibu ke sini karena saya yakin
mulut ibu bertuah. Doakan saya bu, kata Agung sambil merebut tanganku. Dia
mencium tanganku dan menggenggamnya lama sambil seolah memaksaku untuk
mendoakannya.
Ibu terimakasih telah mendidikku. Pukulan bertubi-tubi dalam latihan
polisi tidak sekeras tangan lembut ibu waktu memukulku di Candi Borobudur.
Bentakan kata-kata pelatihku tidak setajam mulut ibu waktu memarahiku di
perjalanan pulang dari PKL itu. Pungkas Agung sambil pamit pulang.
#Day07AISEIWriting Challenge
#Cerita
Emak
Beskem
Ngopi Emak
Pagi
sekali Emak menyiapkan sarapan untuk keluarga. Sambil menikmati secangkir kopi,
tangan Emak terampil mengiris bawang merah dan cabe. Emak berniat membuat nasi
goreng untuk sarapan paginya, dan menggoreng emping melinjo kesukaannya. Hari ini Emak siap ke kantor untuk memastikan
hari senin depan bagaimana proses pembelajaran siswa-siswa. Apakah masih daring
atau luring atau bahkan siap semuanya tatap muka dengan kesiapan new normal.
Belum habis nasi goreng di piring ketika teman Emak nelpon dari ujung sana. Pak Su bertanya, telpon dari siapa Mak. Itu telpon dari teman *Geng rumah pembaharuan*, biasa ngajak ngopi bareng, jawab Emak singkat. Ngopi adalah istilah lain atau kata singkatan dari ngobrol pendidikan. Ini digunakan mereka kalau ngajak ngobrolin pendidikan terutama ketika ada isu-isu atau tugas yang memerlukan pemikiran bersama. Pak Su tahu yang dimaksud geng rumah pembaharuan adalah grup WA yang anggotanya 9 teman Emak. Dari 9 anggota Geng rumah pembaharuan itu hanya Emak satu-satunya yang perempuan. Mereka biasanya berkumpul, makan bareng, atau hanya nongkrong saja di beskem Cigunung.
Sudah
lama sebenarnya Emak tidak berkumpul dengan mereka. Itu karena pandemi virus
corona juga karena ada anggota yang pindah tugas ke pusat. Bro Urip bilang tadi
bahwa kita akan ngopi karena Bro Dr Mul juga mau datang. Bakal seru nih
pertemuan ngopi dengan teman-teman sekarang ini. Emak siap-siap berangkat ke beskem
(base camp) ngopi bareng di Cigunung. Ada pisang dan jagung yang akan
Emak bawa. Bro Urip seperti biasa tuh ngatur-ngatur apa yang mesti dibawa, biar
seru katanya.
Sampai
di beskem Cigunung, benar saja teman yang pindah tugas ke pusat itu,
sudah datang. Beliau sedang bercerita tentang tugas dan keadaan tempat kerja
barunya. Suasana jadi meriah. Ngobrol ngaler ngidul dari hal yang berhubungan
dengan pekerjaan sampai saling meledek. Ada proyek apa ni dok, tanya Emak. Hari
ini saya harus mendapatkan keputusan tentang kesiapan kita membuat buku ajar
untuk siswa, kata Dok Mul mulai serius. Oh ternyata ngopi bareng sekarang akan
membahas proyek buat buku ajar.
Kesimpulannya
kami siap membuat buku ajar bersama. Waktu yang diberikan 2 bulan. Proses edit
sampai terbit dan buku bisa dinikmati oleh siswa-siswa maksimal tahun pelajaran
baru. Semangat teman-teman nampak dari wajah anggota geng rumah pembaharuan
ini. Emak juga kelihatan semangat mencoba walaupun sebenarnya tidak optimis
bisa menyusun buku.
Tidak
terasa sore tiba, Emak menghabiskan waktunya dengan teman-teman geng-nya.
Setelah makan dan salat ashar, mereka bubar. Emak merasa ngopi bareng hari ini
cukup membuat ‘happy dan enjoy’. Pandemi membuat ngopi juga terasa
berbeda dari biasanya.
Coretan Sore
Menjaga
Kesehatan
Selalu ada hikmah di setiap kejadian. Bagi orang-orang tertentu solusi untuk masalah yang sama juga bisa bervariasi. Masalah pandemi yang melanda kita bersama juga memunculkan alternatif pemecahan atau respon yang berbeda. Walaupun tujuannya sama yakni menjaga kesehatan masing-masing, jangan sampai kita terkena corona. Salah satu yang dilakukan adalah jalan santai pagi-pagi bersama mengelilingi desa.
Kebiasaan makan yang menyehatkan mulai luntur sekarang,
termasuk di keluarga Emak. Padahal kebiasaan makan yang menyehatkan ini adalah
kunci sehat secara keseluruhan, bahkan sehat jiwa. Masih ingat Emak, keluarga
ibunya dulu tidak mengenal olah raga untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Hanya menjaga
makan dan menjalani hidup sebagai petani yang bekerja menggunakan fisiknya.
#Jan03AISEIWritingChallenge
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 21 Tahun 2024 tentang Jabatan Fungsional Guru. https://drive.google.com/file/d/1rd2qYU...