Tampilkan postingan dengan label Fiksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiksi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 Januari 2023

Cerita

 Persahabatan Maya

Oleh: E. Hasanah


 Persahabatan antara Hanif dan Erik telah terjalin lebih dari dua tahun. Meskipun tinggal berjauhan dan belum pernah bertatap muka langsung, mereka merasa dekat dan akrab. Ini karena mereka memiliki hobi yang sama, main sepak bola. Selain itu mereka juga memiliki kesamaan sebagai ketua OSIS di madrasahnya masing-masing. Hanif tinggal di Sukabumi, sedangkan Erik tinggal di Aceh. Mereka berkomunikasi hampir tiap hari melalui whatApps, voice call, messenger, ataupun platform media sosial lainnya.
Saat ini telah seminggu lebih mereka tidak berkomunikasi. Hanif merasa heran dan bingung juga. Hanif menghubungi Erik lewat telepon, panggilannya tidak tersambung. Kemudian mengirim SMS, pesannya tidak terkirim. Ada apa gerangan dengan sahabatku Erik ini? Apakah ada hal yang menyinggung perasaan saat berkomunikasi terakhir? Rasanya tidak juga. Hanif penasaran, “Mengapa Erik tidak mau lagi bersahabat denganku?”
"Halo, Assalamu 'alaikum," tiba-tiba seseorang menelpon Hanif menggunakan nomor yang tidak dikenal.
"Waalaikumsalam, kemana saja, Bro? Aku hubungi beberapa kali tidak nyambung saja." Mendengar suara Erik di ujung telepon, Hanif menjawab dengan wajah cerah penuh rasa senang.
"Sori, Bro. Rumahku tertimpa longsor jum’at lalu. Semua barang-barang tertimbun tanah longsoran. Kamarku terkena yang paling parah. Tidak ada yang bisa diselamatkan, termasuk Handpone. Jadi maaf ya baru bisa menghubungi. Inipun memakai handpone milik pamanku. Sekarang aku sedang mengungsi di rumah pamanku, kebetulan rumahnya jauh dari lokasi longsor.” Erik memberi kabar tentang keadaannya saat ini.
Innalillahi wa inna ilahirojiuun. Tapi kamunya sendiri tidak apa-apa, kan?”
Alhamdulillah, badanku tidak apa-apa, karena waktu kejadian, aku sedang membantu paman membetulkan sepeda motornya. Ayah ibuku memberi tahu, karena beliau berada di rumah ketika kejadian. Ibuku masih kurang sehat, mungkin terlalu kaget dan shock. Kejadiannya begitu tiba-tiba, hujan deras. Allah masih melindungi ibuku karena ketika mendengar suara gemuruh yang sangat keras, beliau lari secepatnya mengikuti langkah ayahku ke tempat yang aman. Aku sendiri tidak apa-apa, hanya habis saja semua barang-barangku termasuk handpone-ku. Handpone sedang di-change di kamar saat itu.”
”Sabar, Bro. Insya Allah, Barang-barangmu dapat kamu peroleh lagi. Pasti ada hikmah di setiap musibah. Itu mungkin cara Allah menyayangi dan menguatkanmu.” Kata Hanif sedikit menghibur sahabatnya itu.
Aamiin Ya Robbal ‘aalamiin. Terima kasih, Bro. Jangan lupa doakan aku ya.”
“Tentu, semoga kamu dan keluargamu bisa bersabar ya. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan jalan agar rumahmu dan semua barang-barangmu bisa segera kamu dapatkan lagi.” Timpal Hanif menenangkan hati Erik.
“Iya, Bro. Sekali lagi terima kasih atas doanya. Sudah ya, tidak enak ini aku memakai handpone milik pamanku. Terlalu lama nanti takut tidak dikasih pinjam lagi. Assalamualaikum.” Erik menutup sambungan teleponnya.
“Iya, terima kasih. Nanti kabari aku lagi ya. Wassalamualaikum,” jawab Hanif dengan perasaan lega karena dapat mendengar suara Erik lagi, namun merasa prihatin dengan keadaan Erik sekarang.
Setelah mengetahui keadaan Erik, Hanif merasa terpanggil untuk membantu meringankan beban yang diderita Erik. Namun apa yang dapat dilakukannya, dia hanya seorang pelajar yang jajanpun masih minta kepada orangtuanya. “Aku harus melakukan sesuatu, harus bisa membantu Erik, harus memberi apapun yang bisa meringankan dan menghibur hatinya. Aku harus memberdayakan jabatanku sebagai ketua OSIS.” bisik hati Hanif.
Akhirnya Hanif mengajak pengurus OSIS untuk menemui guru waka kesiswaan. Hanif menceritakan peristiwa longsor  yang menimpa sahabat yang dikenalnya di dunia maya. Hanif meminta ijin bahwa pengurus OSIS akan meminta donasi kepada seluruh siswa. Berapapun hasilnya akan dikirim ke Erik sebagai bentuk kepedulian dan membantu sahabat yang tertimpa musibah. Hanif bersyukur dapat membantu sahabat mayanya.**

Jumat, 24 September 2021

Cerita Anak

 

Taken from Pinterest

Berbakti kepada kedua orang tua

E. Hasanah

 

Malam ini Nenek menginap di rumah. Halima sangat senang karena dia bisa tidur bersamanya. Nenek pasti mendongeng dulu sebelum tidur. 

"Nek, tidurnya di kamar Ima ya.  Ini Ima bereskan tempat tidurnya. Bantal selimutnya juga sudah disiapkan Nek." Kata Halima.

"Iya, Nenek menginap juga karena kangen pada Ima lho.  Nonton TV dulu enggak, ada film kartun nih." Ujar Nenek.

"Enggak Nek. Ima ingin mendengarkan dongeng Nenek saja." Pinta Halima.

"Iya, Ayo ke kamar tidur." Ajak Nenek.

"Ima, tadi di sekolah belajar apa?" Tanya Nenek sambil mengambil bantal dan duduk di pinggir ranjang.

"Belajar membaca Al-Qur'an Iqro 2. Kemudian menghapal doa kedua orang tua Nek. Kata Bu guru kita harus menghormati ibu dan ayah, membantu, berbakti pada mereka, dan selalu mendoakannya, Nek." Jawab Halima.

"Terus Ima sudah hapal doanya? Coba Nenek ingin dengar." Sahut Nenek.

"Hapal dong. Begini Nek, Bismillahirrohmaanirrohiim, Rabbigfirlii Waliwaalidayya Warhamhumaa Kamaa Rabbayaanii Shagiiran.

"Wah Ima pintar sekali." Puji Nenek.

"Sekarang Nenek mendongeng buat Ima ya!" Rengek Halima.

"Iya, Nenek akan mendongeng tentang Malin Kundang. Anak yang tidak berbakti pada orangtuanya.  Tapi ngomong-ngomong Ima sudah salat Isya belum?" Tanya Nenek.

"Belum, Nek."

"Sekarang wudhu dulu, salat Isya, baru Nenek kasih dongengnya ya." Nenek menyuruh Halima sebelum mendongeng. ***

Kamis, 23 September 2021

Cerita Anak_Buah Sirsak

 

E. Hasanah

Siang ini cuaca panas sekali. Halima dan Hasna sedang main rumah-rumahan di depan rumah. Tiba-tiba Tante Sarah datang membawa tentengan.

“Hallo… Sedang apa kalian? Main rumah-rumahan ya.” sapa Tante Sarah sambil menghampiri Halima dan Hasna.

“Iya. Itu bawa apa Tante di kresek?” tanya Halima.

“Ini Tante bawakan buah sirsak. Ibu Ima ada gak? Kita bikin jus sirsak yuk, pasti enak dan segar karena hari sedang panas begini.” Sahut Tante Sarah.

“Asyik … Ayo Tante. Hasna tinggalkan dulu mainannya, kita bikin jus sirsak dulu sama Tante Sarah.” Kata Halima sambil mengajak Hasna.

“Bu … Ini ada Tante Sarah membawa sirsak. Dibikin jus ya.” Teriak Halima memanggil Ibu. Ibu Halima keluar rumah dan mempersilahkan Tante Sarah dan mengajak Hasna masuk. Kemudian mereka membuat jus buah sirsak bersama-sama. Ibu mengambil blender, gula, dan lainnya. Tante Sarah mengupas buah sirsaknya. Halima dan Hasna memperhatikan Tante Sarah.

“Tante, apa ya manfaat makan buah sirsak?” celetuk Hasna yang dari tadi memperhatikan Tante Sarah mengupas Sirsak.

“Manfaatnya ya? Ini buah sirsaknya sudah matang. Rasanya pasti manis agak asam menyegarkan.  Selain untuk menghilangkan haus jika minum jus sirsaknya, manfaat lainnya banyak. Kan sirsak mengandung vitamin D, kalium, karbohidrat, serat, dan kandungan nutrisi lainnya. Jadi manfaat untuk tubuh kita juga bisa meningkatkan daya tahan tubuh. Melancarkan pencernaan, meredakan peradangan, dan Kesehatan kulit juga itu bagus. Kalau Hasna banyak kutu rambutnya juga bisa diobati dengan daun sirsaknya.” Tante Sarah menjelaskan panjang lebar.

Setelah buah sirsaknya selesai dibuat jus, mereka meminumnya bersama. ***

Jumat, 17 September 2021

Cerita Anak


Gambar dari ReKreARTive

Peralatan Dapur Warisan Nenek

E. Hasanah

Halima adalah murid kelas 3 SD. Dia murid yang tidak begitu pandai tapi sangat disenangi teman-temannya. Sikap serta sipat baik dan penyayangnya yang membuat dia disukai temannya. Halima tidak masuk sekolah 3 hari ini tanpa kabar. Nana teman akrabnya memberi tahu bahwa Halima tidak masuk sekolah karena Halima sedang berkabung. Neneknya meninggal.

Mengetahui neneknya meninggal, teman-teman Halima datang menjenguk. Benar saja Halima sedang bersedih dan wajahnya murung.

Halima senang melihat teman-temannya datang dan menghiburnya. Ibunya Halima juga ikut senang. Cepat-cepat ibu menyiapkan makan siang untuk mereka. Pasti mereka lapar karena mereka belum pulang dan langsung ke sini dari sekolah, bisik ibunya Halima dalam hati.

"Nak, ayo kita makan bersama. Ini ibu sudah siapkan. Biar Halima juga makannya banyak." Ajak ibunya Halima.

"Iya, ayo teman-teman kita makan dulu ya." Halima menimpali ibunya sambil mengajak Nana dan teman lainnya. Halima menyodorkan piring berbunga bagus.

"Wah jadi merepotkan ibu." Kata Nana sambil mengambil ikan di piring.

Mereka menikmati makan siang bersama sambil mendengarkan Halima bercerita banyak tentang Neneknya.

"Ini piring bagus peninggalan Nenek." Halima mulai bercerita. "Ada juga cangkir dan pisinnya yang biasa Nenek pakai. Sepasang dengan teko kecilnya, digunakan untuk membuat teh tubruk atau minuman wedang. Kalau mangkok ini biasa digunakan Nenek untuk soup, karena tahan panas." Kata Halima melanjutkan.

"Neneknya sekarang sudah meninggal jadi perabotannya dipakai siapa?" Tanya Nana.

"Perabotan warisan Nenek ini dipakai kalau ada tamu spesial seperti kalian ini." Jawab Halima menutup ceritanya.


#AISEI Challenge
#September

#Second week


Jumat, 10 September 2021

#Cerita Anak_Puasa Halima

PUASA HALIMA

ehasanah675@gmail.com 


 

Pagi hari ibu berangkat ke pasar untuk belanja persiapan besok. Ibu akan membeli daging, sayur, dan lainnya. Ibu ingin memasak yang enak untuk sahur pertama. Besok adalah hari pertama bulan Ramadan.

"Ima, untuk makan sahur nanti mau dimasakin apa oleh Ibu?" Tanya ibu kepada Halima.

"Apa saja Bu yang penting ada kuahnya ya." Jawab Halima.

"Ibu masak soup iga ya. Ayah dan Ima pasti suka." Ujar Ibu.

"Iya Bu, kita harus makan enak dan bergizi untuk sahur nanti biar kuat puasanya." Kata Ayah ikut menimpali.

"Iya. Ibu berangkat ke pasar dulu ya." Ibu pamit sambil keluar rumah membawa keranjang belanjaan kosong.

Dengan senang hati, ibu belanja dan menyiapkan makanan untuk nanti sahur. Ibu berharap dan berdoa agar diberi kekuatan dalam melakukan puasa tahun ini. Terutama Ibu menginginkan Halima bisa berpuasa sebulan penuh dan tanpa ada yang batal.

 Hari pertama, kedua, dan ketiga Halima berpuasa sampai magrib. Sekarang hari keempat, Halima masih semangat berpuasa. Oh iya sekarang sekolah juga mulai masuk. Halima pergi ke sekolah sampai siang.  Pukul 12an belajar selesai dan dibubarkan setelah salat zuhur bersama. Tiba di rumah Halima tidak bertemu Ibu. Mungkin ibu lagi ke rumah Nenek atau ke pasar, bisik Halima. Sambil menunggu ibu, Halima menghidupkan televisi dan menontonnya. Tiba-tiba Halima merasakan perutnya lapar. Halima mengambil minum dan apel di kulkas. Ketika dia makan apel, baru teringat bahwa dia sedang puasa.

"Aduh... bagaimana ini. Aku lupa aku lagi puasa. Aku takut ibu marah." Hati Halima berkecamuk. Apelnya belum habis dimakan. Sejenak terdiam, tapi kemudian dia menghabiskan apelnya. Sesaat kantuk datang dan Halima tertidur di depan televisi yang masih menyala.

Ibu tiba di rumah ketika Halima masih pulas tertidur. Ibu mengusap kening Halima dan membiarkannya tertidur. Nanti waktu ashar saja Halima dibangunkannya, pikir Ibu. Ibu membuka kulkas dan mengambil sayuran untuk dibersihkan. Sayuran itu akan dimasaknya setelah salat ashar nanti. 

Ketika menutup kulkas, ada yang aneh. Air minum dan apel berkurang. Pasti Halima nih yang mengambil, karena tidak ada siapapun di rumah selain dia. Ayah juga belum pulang dari kantornya. Ibu tidak berani membangunkan Halima yang masih tertidur pulas.

Setelah terdengar azan dari mesjid dekat rumah, ibu membangunkan Halima. Ibu menyuruhnya mandi sore dan salat ashar. Ibu belum mengatakan apapun tentang air minum dan apel itu sampai waktu yang tepat.

Menjelang buka puasa, Ibu memanggil Halima. Dengan pelan Ibu berkata," Halima merasa bersalah enggak?".

"Hmm... iya Bu. Maafin Ima Bu. Ima salah Bu. Ima lupa tadi." Sahut Halima kelihatan ketakutan.

"Kok Ima lupa? Sekarang puasanya sudah hari keempat kan? Ima jangan berbohong ya." Kata Ibu mulai agak tinggi bicaranya.

"Maafin Bu. Benar Ima lupa Bu. Ima batal puasanya." Sahut Halima ketakutan.

"Ya sudah, makan saja sekarang tidak usah menunggu magrib. Tapi ingat besok jangan begitu lagi ya." Ujar Ibu. Halima disuruh makan malah tidak mau karena merasa bersalah dan menyesal tahun ini tidak bisa penuh sebulan puasanya. Dia juga tidak akan berani menagih janji ke ayahnya. Janji ayahnya untuk membelikan sepeda kalau puasanya tamat sebulan tanpa ada satu haripun yg batal terancam gagal. Halima sedih.

#AISEI Challenge
#September
#first week

Kamis, 12 Agustus 2021

Kok Keluar?

#Kamis Menulis 13-08-2021

 KOK KELUAR?

E. Hasanah

Sore hari ini Om Nif nampak sedikit murung. Ada apa gerangan? Penasaran juga Bu Nana melihat anaknya berwajah sedih.  Dengan perlahan bu Nana menghampiri Om Nif.

"Kenapa Nif kok wajahnya murung. Ada masalahkah?"

"Gak ada apa-apa Bu."

"Benar enggak apa-apa nih?" Desak bu Nana.

"Iya gak ada apa-apa. Hanya sedikit sedih saja." Jawab Om nif.

"Sedihnya kenapa, ada apa? Curhat dong. Biar hati lebih tenang. Mungkin bisa Ibu bantu atau kasih pendapat." Kata bu Nana ingin tahu.

"Ya ... gimana ya bilangnya?"

"Kok gimana, ya bilang saja ada apa."

Om Nif sungkan mengatakan sesuatu yang menjadi penyebab dia murung dan sedih.  Namun dia tidak mau juga melukai perasaan ibunya. Kalau tidak menjawab pertanyaannya pasti ibunya kepikiran tuh.

"Ada masalah apa?" Ujar bu Nana lagi.

"Anu bu ... hmmm anu bu .... nanti saja saya bilangnya ya." Timpal Om Nif

"Kenapa?"

"Keluar bu."

"Apa yang keluar?"

"Anu bu .... itu istri bu ... keluar."

"Iya istri keluar ke mana?" Bu Nana semakin kilhatan ingin tahunya.

"Istri katanya keluar lagi bu. Enggak jadi bakal punya anaknya."

Kali ini bu Nana yang kaget, "Kok keluar sih?"

"Iya tadi sudah ke bidan periksa kandungannya. Karena dari kemarin pendarahan, eh tahunya katanya keguguran bu." Kata Om Nif.

"Ya mau gimana lagi kalau sudah keluar. Suruh istirahat saja istrimu dan jangan lupa makannya tuh diperhatikan. Sekarang bersabar saja. Itu mungkin yang terbaik. Berdoa saja mudah-mudahan tuhan memberikan momongannya nanti pada waktu yang tepat." Saran bu Nana.

Setelah mendengar nasihat ibunya, Om Nif terlihat raut wajahna berubah. Sedikit tenang dan tidak terlalu murung. Sebaliknya bu Nana nampak menyembunyikan rasa kecewanya.

Kamis, 04 Maret 2021

AISEI Challenge

 CERITA PAGI MADA

ehasanah675@gmail.com

Tergesa turun dari motor ayahnya, Mada hampir saja jatuh. Dengan wajah cemberut dan agak marah, dia berlari.
"Nak... salim dulu sama ayah", panggil pak Ahmad.
"Kesiangan ayah ... salimnya besok lagi saja", katanya sambil berlari menuju ruang belajar TK yang letaknya di belakang.
Pak Ahmad hanya memperhatikan Mada berlari terburu-buru tanpa turun dari motornya. Sesaat kemudian dia pergi meninggalkan gerbang sekolah TK itu.
Belum sampai sepuluh menit, tiba-tiba teriakan terdengar nyaring.
"Yahhhh... ayah …ayah", Mada memanggil-manggil ayahnya. Matanya kelihatan mulai terisak.

Dokumen pribadi Kelas A TK HALIMA Bojonggenteng

"Kenapa Nak?" Aku keluar rumah.
Mada hanya terisak dan isakannya mulai mengeras. Refleks aku peluk dia, sambil aku ulangi pertanyaannya, "Kenapa Nak? Ada apa? Ayahmu ninggalin ya? Ayo ibu antar ke sekolahnya" ajakku menawarkan bantuan.
Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Isakan tangisnya semakin kencang. Aku bingung juga. Sambil tetap aku pegangi Mada, aku telpon salah seorang guru TK pengajarnya. Suara di ujung sana menjawab, "Hari ini anak-anak diliburkan Bun. Ada rapat guru-guru di Korwil."

Walah ini Mada rupanya tidak tahu ada pemberitahuan yang kemarin disampaikan.  Akhirnya aku menyuruh Bu Guru untuk mengantarkan Mada pulang. 

Kurangnya komunikasi dan koordinasi kadang membuat repot semuanya. Hal ini sering sekali aku sampaikan kepada guru-guru dalam rapat intern. Pernah suatu saat aku katakan dengan nada bercanda bahwa aku takut ada anak TK yang diculik orang. Jadi tolong nomor Handphone orangtua anak harus dimiliki setiap guru.
Tanpa disadari motor ibu guru yang mengantar Mada sudah kembali.
"Bun masih berdiri di situ? Marah ya? Mohon maaf bun kemarin Mada tidak masuk dan saya lupa memberitahukan orangtuanya bahwa hari ini libur."  Terbata Bu guru itu berkata. Nampak dia merasa bersalah.
"Oh ya ini Bun ada jagung dan rambutan dari ayahnya Mada. Kata beliau terimakasih banyak atas bantuannya." Sambil menurunkan dua kresek penuh berisi jagung dan rambiutan.
Sambil pamitan Bu Guru itu berujar, "Alhamdulillah ada saja rizki dari orang tua anak ya Bun. Rizki memang tidak disangka-sangka."


#Kamis, 04-03-2021 (4321)

#Cerita Murid Hari ini

 

Rabu, 17 Februari 2021

#Kamis Menulis

 BAHADUR

Oleh: E. Hasanah


Sambil menikmati secangkir kopi hitam di pagi hari ini, Emak membuka handphone. Sudah banyak pesan yang menarik untuk dibuka. WA grup lagerunal menunjukkan ada pesan lebih dari seratusan. Wah bakalan asyik ini sarapan. Satu persatu pesan itu Emak baca. Sejenak Emak terpaku dan terdiam. Tertera pukul 00.00. Di tengah malam mengirim pesan tantangan #Kamis Menulis.
Di minggu ke-3 ini tantangannya disepakati bermain kata #SuakaMargaKata. Tema tantangannya kata bahadur. Luar biasa Pak Mazmo berjuang demi pintarnya sahabat lage.



Emak mengingat, tak pernah ia menemukan kata 'bahadur' sepanjang pengetahuannya. Tantangan Pak Mazmo harus dijawab, akhirnya Emak membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Oh ini dia, *bahadur* menunjukkan kata benda (nomina) yang artinya *pahlawan, satria*.  Sedangkan sebagai kata sipat atau adjektiva artinya *gagah berani*. Kata bahadur ini termasuk dalam ragam bahasa klasik.


Siapa ya yang termasuk bahadur era sekarang ini? Mungkin orang-orang yang berjasa dan berperan aktif untuk memajukan bangsa. Sebutlah Bapak BJ Habibi, Gus Dur, atau bahkan kita sebagai guru yang tak kenal lelah meningkatkan kompetensi diri demi anak-anak negeri. Bagi Emak sendiri bahadur sekarang ini adalah Pak Mazmo. Alasannya apa? Beliau berperan aktif mendorong dan memotivasi kita untuk tetap belajar menulis agar bisa meninggalkan jejak hidup. Pahlawan meninggalkan jasa bagi negara dan bangsa. Bahadur meninggalkan nilai-nilai kesatria. Guru meninggalkan nilai-nilai kebaikan dan ilmu. Semoga kita meninggalkan tulisan yang berguna bagi sesama.

Minggu, 31 Januari 2021

Ceritaku

 MULUTMU IBU GURU

Oleh: E. Hasanah

            Senin pagi adalah waktu yang paling tidak aku sukai. Alasannya sederhana saja, mau tahu kenapa? Semua orang yang memiliki tugas dinas atau pekerjaan yang terikat, baik sebagai guru, perawat, dokter, karyawan, atau apapun itu pasti merasakannya. Begitu juga dengan aku, sehingga menghadapi senin sudah penat duluan. Sampai suatu saat aku bilang kepada wakil kepala sekolah bagian kurikulum, bahwa kalau memungkinkan aku tidak diberi jadwal mengajar hari senin. Jawaban Wakakur (panggilan akrab kami-guru-guru-kepada rekan yang diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah bagian kurikulum), Insya Allah nanti mudah-mudahan bisa di semester 2. Kalau sekarang tidak bisa karena jadwalnya sudah fix. Merubah jadwal satu orang guru berarti akan merubah jadwal guru lainnya, katanya. Ya aku mengerti.


            Sebelum semester 1 berakhir, aku menemui lagi wakakur untuk meminta kembali keringanan untuk tidak ada jadwal di hari senin. Karena jadwal jam mengajar aku padat, 36 jam pelajaran dalam seminggu, jadi tidak dikabulkan permintaannya. Tetap harus ke sekolah tiap hari. Tapi ada kebijakan yakni diberi keringanan hari senin jadwal masuk kelas hanya 4 jampel. masuk jam pelajaran ke-4, yakni pukul 10.15 setelah istirahat ke-1. Alhamdulillah sangat bersyukur aku.

            Hari senin ini aku berangkat ke sekolah agak siang. Santai saja, dari rumah berangkat sekitar pukul 8.00 WIB. Di jalan sudah lenggang, karena karyawan sudah masuk pabrik. Kebetulan sepanjang jalan dari rumah ke sekolah melewati beberapa pabrik yang karyawannya ribuan, jadi suatu kenikmatan juga buat aku ketika berangkat sekolah tidak macet. Tiba di sekolah sekitar jam 8.45 WIB, masih belum waktunya masuk jadwal ngajarku. Sambil bersilaturahim aku bermaksud menemui Wakakur, hanya untuk menanyai kabar dan informasi agenda sekolah. Kebetulan Wakakur sedang berada di ruangannya.

            Sambil santai di ruangannya, kami berbincang tentang agenda sekolah. Tiba-tiba Wakakur bertanya, “Bu Has panitia PKL, kan? sekarang kan wali kelas 11 ya?’. Agenda rutin tahunan kelas 11 kan PKL (Pembelajaran Kunjungan Lapangan), katanya mengingatkanku. Sesuai rencana akan dilakukan bulan depan jadi mohon dipersiapkan juga siswa-siswi binaannya bisa ikut semua katanya. Siap jawabku pendek.

            Merasa perlu mengingatkan program sekolah tentang PKL itu, sebelum jam istirahat aku sudah berada di depan ruang kelas XI IPS 2. Aku diberi tugas menjadi wali kelas XI IPS2 tahun pelajaran ini. Aku menunggu guru keluar dari ruang kelas. Waktu istirahat tiba, aku meminta waktu istirahat siswa sebentar. Aku memberi pengarahan dan support kepada siswa agar semua bisa berangkat.

Dengan wajah-wajah sumringah mereka antusias ingin ikut PKL ke Bandung dan Yogyakarta. Tahun ini telah direncanakan PKL akan dilaksanakan bulan Februari dengan tujuan kunjungan dimulai dari Museum Geologi Bandung, UGM, Taman Pintar, dan pasti tidak akan ketinggalan kalau ke Yogyakarta itu ke Candi Parambanan, Candi Borobudur, dan Malioboro.

            Aku konfirmasi keikutsertaan mereka satu persatu dengan memanggil dan menanyakan kesiapannya. Semua siswa kelas XI IPS 2 siap mengikuti PKL ke Bandung- Yogyakarta. Ada beberapa permintaan dari mereka, seperti mereka meminta siswa dari kelasnya berangkat dalam satu bis yang sama. Meminta dibuatkan kaos seragam kelas agar memudahkan mengenal mereka dari kelas kebanggaannya. Dan hal-hal lain yang bersipat teknis. Sekolah kami memiliki agenda rutin PKL untuk kelas XI ini tiap tahun, dan aku selalu diberi tugas kalau tidak di kegiatan PKL ya biasanya pada kegiatan Ujian akhir kelas XII. Untuk tahun pelajaran ini aku diberi tugas menjadi panitia PKL sebagai sekretaris. Jadi aku harus mempersiapkannya lebih matang agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Juga berkaca dari pengalaman kegiatan PKL tahun-tahun sebelumnya. Aku yakinkan kelas XI IPS 2 binaanku ini bahwa mereka akan mengikuti kegiatan PKL ini dengan menyenangkan dan memberikan pengalaman yang luar biasa bagi mereka.

            Sesuai dengan perencanaan yang telah matang dibuat, kami berangkat PKL di bulan Februari ini. Kepala sekolah beserta wali kelas dan guru yang ditugaskan siap membimbing siswa-siswi seluruh kelas XI yang berjumlah 10 rombel. Peserta yang berangkat dari 10 kelas tersebut diatur menjadi 8 rombongan sesuai dengan bis yang digunakan. Aku mengatur sedemikian rupa agar complain dari siswa dapat dikurangi. Susah juga melayani keinginan semua siswa tapi minimal mereka mengerti bahwa pengaturan kelompok dalam rombongan ini dimaksudkan agar pelaksanaan PKL-nya efektif, efesien, dan tidak membebani mereka dengan biaya yang tinggi.

HORREEE… KITA JALAN-JALAN NIH

            Bis 1 sampai 8 berjajar di pinggir jalan, siap membawa kami melaksanakan PKL ke Bandung-Yogyakarta. Wajah-wajah bahagia terpancar dari para peserta. Kami berkumpul di lapangan basket untuk briefing, membahas teknis dan hal-hal yang harus disepakati bersama, juga tidak ketinggalan membaca doa bersama sebelum berangkat. Aku naik di bis 5 karena peserta di bis ini sepertiganya adalah kelas XI IPS2 binaanku. Sepanjang perjalanan aku duduk di bis-nya berpindah-pindah. Bagi aku ini adalah kesempatan untuk mengenal lebih dekat mereka. Aku juga akan mengetahui karakter setiap siswa binaanku. Banyak curhatan dari mereka yang membuat aku tersenyum bahkan ada juga yang mendorong aku untuk bertindak meluruskan karakter mereka.

            Salah satu siswaku bernama Agung memintaku untuk duduk bersama. Dia ingin konsultasi katanya. Jadilah kami duduk di bis yang kursinya dua. Kami ngobrol ngaler ngidul, tiba-tiba dia berkata, “Bu saya harus melanjutkan sekolah.” Bagus itu jawabku.

“Tapi saya juga ingin jadi polisi” lanjutnya. “Ya dua-duanya ada kemungkinan bisa tercapai cita-citamu itu Gung, Yakin saja Allah pasti mengabulkan keinginanmu”, timpalku. Sebenarnya aku sendiri juga tidak yakin dia bisa melanjutkan kuliah atau bisa menjadi polisi, bayar SPP saja menggunakan fasilitas BSM (Bantuan Siswa Miskin). Tapi Allah maha pengasih kepada hambanya. Aku beri dia motivasi dan dorongan agar bisa meraih cita-citanya.

            Sepanjang perjalanan PKL itu sangat menyenangkan. Kami bercanda bernyanyi dan tentu tetap koordinasi dengan rombongan di bis lain. Di hari pertama kegiatan di Museum Geologi Bandung, lanjut ke Yogyakarta dengan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya. Transit di sebuah Hotel untuk beristirahat dan mempersiapkan perjalanan hari berikutnya. Kegiatan berjalan lancar walau ada beberapa siswa sakit karena mabok perjalanan.

Di hari terakhir agenda kami kunjungan ke UGM. Siswa-siswa dibagi 3 kelompok besar, sesuai dengan jurusannya IPA, IPS, dan Bahasa. Nah karena aku ngajar Bahasa Inggris maka aku ikut kelompok jurusan bahasa. Kegiatan di UGM ini berjalan sesuai rencana, selanjutnya kunjungan terakhir ke candi Borobudur terus pulang.

Ketika kembali ke bis 5, dan bis mulai berjalan tiba-tiba si Agung bertanya, “Bu benar gak kita langsung pulang setelah dari Candi Borobudur? Ke hotel lagi gak Bu?” katanya sambil kelihatan hawatir. “Iya, kita sekarang ke Candi Borobudur terus nanti sore langsung pulang. Jadi nanti malam kita tidur di perjalanan dan besok pagi sampai di sekolah kita, Nak”, kataku.

Dengan wajah kesal dan sedikit marah, dia menghiba, “Bisa gak bu saya kembali lagi ke hotel karena ada barang yang ketinggalan di sana. Terus barangnya bukan milik saya.”

“Barang apa yang ketinggalan?” kataku ingin tahu.

“Tas di kamar hotel dan kamera bersama foto-foto yang sedang dicetak di warung percetakan dekat hotel”, jawabnya memelas.

Aku koordinasi dengan panitia lain mengatasi masalah ini. Saran dari teman-teman bahwa perjalanan tetap dilanjutkan. Seorang guru malah ada yang marah, Ketika aku usul untuk mengambil barang yang ketinggalan dan menyusul ke Candi Borobudur sendiri. Kata-katanya cukup pedas, “Ngapain bu Hasanah ngurusin satu anak tapi akan mengorbankan puluhan anak-anak lainnya.” Akhirnya ada ide, aku menghubungi seorang teman yang asli orang Yogya. Aku minta bantuan teman untuk bisa mengambilkan barang-barang yang ketinggalan itu di hotel.

Temanku mau membantu dan beliau pergi ke hotel. Petugas hotel memeriksa kamar yang telah ditempati Agung. Tapi tak ada barang yang ketinggalan. Kemudian beliau pergi ke toko tempat mencetak foto. Di sini hanya foto-foto cetakan yang belum diambil dan juga belum dibayar lunas biayanya. Tapi kameranya juga tidak ada. Beliau menyusul aku ke Candi Borobudur hanya membawa foto-foto hasil cetakannya saja.

Aku memanggil Agung dan mengklarifikasi barang-barang yang tertinggal itu. Dia tetap mengaku barangnya tertinggal. Kemudian aku pertemukan dengan temanku yang telah aku suruh ke hotel. Aku hubungi lagi pihak hotel agar Agung bisa menunjukkan di mana ketinggalan barangnya. Agung terdiam lama dan tidak mau ketika disuruh berbicara dengan pihak hotel. Hatiku mulai jengkel, aku mulai curiga Agung telah berbohong. Di depan temanku akhirnya aku meminta maaf dan membereskan masalah dengan hati nurani seorang ibu.

Selesaikah masalah Agung? “Tidak”, bisikku. Agung harus memiliki sikap yang jujur. Masa iya seorang siswa berani membohongi gurunya. Pikirku dengan guru saja berani berbohong apalagi ke teman atau orang lain. Aku harus bertindak. Aku mencari tahu sikap suka berbohong Agung ke teman-temannya. Ternyata sikap berbohongnya dia sudah terkenal di mata teman-temannya. Sampai dia berani berbohong bahwa dia dari keluarga miskin dan meminta BSM (Bantuan Siswa Miskin). Sekolah juga dibohongi, padahal orangtuanya dari keluarga yang mampu dan tidak berhak menerima BSM. Marahku memuncak, aku memanggil Agung. Aku perlakukan dia seperti seorang maling. Dia harus menjadi orang jujur, pikirku.

Di perjalanan pulang, Agung dengan mata berkaca menghiba dan meminta maaf atas kelakuannya itu. Aku bukan tidak mau memaafkannya, tapi naluriku sebagai guru berkata bahwa dia harus berubah. Dia harus jujur. Bagaimana caranya aku mendidik dia agar dia jujur sampai kapanpun. Perjalanan PKL berakhir tapi PR-ku belum selesai.

Sekolah seperti hari-hari biasa berjalan kembali setelah pelaksanaan PKL itu. Agung sudah dua kali menemuiku untuk meminta maaf. Dan ini yang ketiga kalinya dia datang. Melihat kesungguhannya untuk berubah dan berjanji tidak akan berbohong lagi aku mulai lega. Dia bersimpuh menandakan dia betul-betul menyesal. Satu kalimat yang aku katakan dan menyuruh dia untuk menuliskannya di kertas kosong.

Ibu memaafkanmu Nak dengan satu syarat kamu berjanji kepada dirimu sendiri untuk tidak berbohong lagi kepada siapapun dan kapanpun.

Aku berdoa mudah-mudahan Agung betul-betul berubah dan tidak akan berbohong lagi sampai kapanpun. Rasanya gagal aku menjadi guru kalau tidak bisa merubah sikap Agung.

Tahun berlalu hari berganti sampai suatu hari di ruang guru ada yang mencari. Bu Deti-seorang guru baru- teman mengajarku memanggil, katanya ada seorang berseragam polisi yang mencari ibu. Berdetak jantungku ada apa gerangan, aku dicari seseorang berseragam polisi. Merasa tidak pernah memiliki salah dan berurusan dengan polisi, aku menghampiri tamu itu. Ternyata ada Agung yang sekarang sudah menjadi polisi dan sebentar lagi akan menyelesaikan pendidikannya di Magelang. Dia datang sengaja mencariku hanya untuk berterimakasih dan meminta doa agar dimudahkan dalam ujian akhir pendidikannya di Magelang.

“Ucapan ibu selalu terngiang, saya tidak berani lagi berbohong bu. Mulut ibu ketika memarahi saya membekas di hati. Saya sangat menyesal dan kalau ibu tidak memaafkan saya waktu itu mungkin saya tidak seperti sekarang ini” curhatnya. Sekarang saya sengaja datang menemui ibu ke sini karena saya yakin mulut ibu bertuah. Doakan saya bu, kata Agung sambil merebut tanganku. Dia mencium tanganku dan menggenggamnya lama sambil seolah memaksaku untuk mendoakannya.

Ibu terimakasih telah mendidikku. Pukulan bertubi-tubi dalam latihan polisi tidak sekeras tangan lembut ibu waktu memukulku di Candi Borobudur. Bentakan kata-kata pelatihku tidak setajam mulut ibu waktu memarahiku di perjalanan pulang dari PKL itu. Pungkas Agung sambil pamit pulang.



Kamis, 07 Januari 2021

Cerita Emak

         #Day07AISEIWriting Challenge

#Cerita Emak

Beskem Ngopi Emak

Pagi sekali Emak menyiapkan sarapan untuk keluarga. Sambil menikmati secangkir kopi, tangan Emak terampil mengiris bawang merah dan cabe. Emak berniat membuat nasi goreng untuk sarapan paginya, dan menggoreng emping melinjo kesukaannya.  Hari ini Emak siap ke kantor untuk memastikan hari senin depan bagaimana proses pembelajaran siswa-siswa. Apakah masih daring atau luring atau bahkan siap semuanya tatap muka dengan kesiapan new normal.


Belum habis nasi goreng di piring ketika teman Emak nelpon dari ujung sana. Pak Su bertanya, telpon dari siapa Mak. Itu telpon dari teman *Geng rumah pembaharuan*, biasa ngajak ngopi bareng, jawab Emak singkat. Ngopi adalah istilah lain atau kata singkatan dari ngobrol pendidikan. Ini digunakan mereka kalau ngajak ngobrolin pendidikan terutama ketika ada isu-isu atau tugas yang memerlukan pemikiran bersama. Pak Su tahu yang dimaksud geng rumah pembaharuan adalah grup WA yang anggotanya 9 teman Emak. Dari 9 anggota Geng rumah pembaharuan itu hanya Emak satu-satunya yang perempuan. Mereka biasanya berkumpul, makan bareng, atau hanya nongkrong saja di beskem Cigunung.

Sudah lama sebenarnya Emak tidak berkumpul dengan mereka. Itu karena pandemi virus corona juga karena ada anggota yang pindah tugas ke pusat. Bro Urip bilang tadi bahwa kita akan ngopi karena Bro Dr Mul juga mau datang. Bakal seru nih pertemuan ngopi dengan teman-teman sekarang ini. Emak siap-siap berangkat ke beskem (base camp) ngopi bareng di Cigunung. Ada pisang dan jagung yang akan Emak bawa. Bro Urip seperti biasa tuh ngatur-ngatur apa yang mesti dibawa, biar seru katanya.

Sampai di beskem Cigunung, benar saja teman yang pindah tugas ke pusat itu, sudah datang. Beliau sedang bercerita tentang tugas dan keadaan tempat kerja barunya. Suasana jadi meriah. Ngobrol ngaler ngidul dari hal yang berhubungan dengan pekerjaan sampai saling meledek. Ada proyek apa ni dok, tanya Emak. Hari ini saya harus mendapatkan keputusan tentang kesiapan kita membuat buku ajar untuk siswa, kata Dok Mul mulai serius. Oh ternyata ngopi bareng sekarang akan membahas proyek buat buku ajar.

Kesimpulannya kami siap membuat buku ajar bersama. Waktu yang diberikan 2 bulan. Proses edit sampai terbit dan buku bisa dinikmati oleh siswa-siswa maksimal tahun pelajaran baru. Semangat teman-teman nampak dari wajah anggota geng rumah pembaharuan ini. Emak juga kelihatan semangat mencoba walaupun sebenarnya tidak optimis bisa menyusun buku.

Tidak terasa sore tiba, Emak menghabiskan waktunya dengan teman-teman geng-nya. Setelah makan dan salat ashar, mereka bubar. Emak merasa ngopi bareng hari ini cukup membuat ‘happy dan enjoy’. Pandemi membuat ngopi juga terasa berbeda dari biasanya.

 

 

 

 

 

 

 

Minggu, 03 Januari 2021

Menjaga Sehat

Coretan Sore

Menjaga Kesehatan

Selalu ada hikmah di setiap kejadian. Bagi orang-orang tertentu solusi untuk masalah yang sama juga bisa bervariasi. Masalah pandemi yang melanda kita bersama juga memunculkan alternatif pemecahan atau respon yang berbeda. Walaupun tujuannya sama yakni menjaga kesehatan masing-masing, jangan sampai kita terkena corona. Salah satu yang dilakukan adalah jalan santai pagi-pagi bersama mengelilingi desa.



Hari minggu ini juga tetangga manggil ngajak jalan pagi  bareng-bareng. Banyak juga ni yang ikut jalan santai pagi, kompak ternyata. Tapi Emak tidak ikut mereka. Emak merasa lebih baik turun ke kebun halaman saja karena ada pekerjaan yang lebih bermanfaat. Emak membeli bibit jahe 60 polibek 2 hari lalu.

Berpakaian kaos, celana training, dan kerudung Emak nampak siap bekerja. Bismillah Emak mulai bikin lubang-lubang dan memindahkan bibit jahe. Teringat tulisan yang dibacanya, tentang rempah-rempah yang bisa membuat tubuh sehat, Emak menyisihkan jahe. Juga mengambil kunyit, cabe rawit, dan kemangi yang tumbuh subur di halaman. Ketika perutnya terasa lapar, Emak istirahat. Waktunya makan bisik Emak.

Setelah mencuci kaki, tangan, dan bersihkan diri, Emak ke dapur. Makan dengan sambal tumbukan jahe, kunyit, kemangi yang dibuat dadakan enak banget rasanya. Sambil menyuapkan nasi, Emak bersyukur masih diberi kenikmatan. Tiba-tiba Emak teringat ibunya. Almarhum mengajarkan Emak bagaimana membuat sambal dari rempah-rempahan. Dan itu sangat menyehatkan badan. Terbukti ibu meninggal di usia 95 tahun, Tanpa ada penyakit, hanya usia sepuh.

Kebiasaan makan yang menyehatkan mulai luntur sekarang, termasuk di keluarga Emak. Padahal kebiasaan makan yang menyehatkan ini adalah kunci sehat secara keseluruhan, bahkan sehat jiwa. Masih ingat Emak, keluarga ibunya dulu tidak mengenal olah raga untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Hanya menjaga makan dan menjalani hidup sebagai petani yang bekerja menggunakan fisiknya.


#Jan03AISEIWritingChallenge


Siap Asesmen Madrasah

 ASESMEN MADRASAH TP 2023-2024         Di bawah ini disajikan prosedur operasional standard (POS) asesmen madrasah tahun pelajaran 2023-2024...