Persahabatan Maya
Oleh: E. Hasanah
Saat ini telah seminggu lebih mereka tidak berkomunikasi. Hanif merasa
heran dan bingung juga. Hanif menghubungi Erik lewat telepon, panggilannya
tidak tersambung. Kemudian mengirim SMS, pesannya tidak terkirim. Ada apa
gerangan dengan sahabatku Erik ini? Apakah ada hal yang menyinggung perasaan
saat berkomunikasi terakhir? Rasanya tidak juga. Hanif penasaran, “Mengapa Erik
tidak mau lagi bersahabat denganku?”
"Halo, Assalamu 'alaikum,"
tiba-tiba seseorang menelpon Hanif menggunakan nomor yang tidak dikenal.
"Waalaikumsalam, kemana
saja, Bro? Aku hubungi beberapa kali tidak nyambung saja." Mendengar suara
Erik di ujung telepon, Hanif menjawab dengan wajah cerah penuh rasa senang.
"Sori, Bro. Rumahku tertimpa longsor jum’at lalu. Semua
barang-barang tertimbun tanah longsoran. Kamarku terkena yang paling parah.
Tidak ada yang bisa diselamatkan, termasuk Handpone.
Jadi maaf ya baru bisa menghubungi. Inipun memakai handpone milik pamanku. Sekarang aku sedang mengungsi di rumah
pamanku, kebetulan rumahnya jauh dari lokasi longsor.” Erik memberi kabar
tentang keadaannya saat ini.
“Innalillahi wa inna ilahirojiuun.
Tapi kamunya sendiri tidak apa-apa, kan?”
“Alhamdulillah, badanku tidak
apa-apa, karena waktu kejadian, aku sedang membantu paman membetulkan sepeda
motornya. Ayah ibuku memberi tahu, karena beliau berada di rumah ketika
kejadian. Ibuku masih kurang sehat, mungkin terlalu kaget dan shock. Kejadiannya begitu tiba-tiba,
hujan deras. Allah masih melindungi ibuku karena ketika mendengar suara gemuruh
yang sangat keras, beliau lari secepatnya mengikuti langkah ayahku ke tempat
yang aman. Aku sendiri tidak apa-apa, hanya habis saja semua barang-barangku
termasuk handpone-ku. Handpone sedang di-change di kamar saat itu.”
”Sabar, Bro. Insya Allah, Barang-barangmu dapat kamu peroleh lagi. Pasti
ada hikmah di setiap musibah. Itu mungkin cara Allah menyayangi dan
menguatkanmu.” Kata Hanif sedikit menghibur sahabatnya itu.
“Aamiin Ya Robbal ‘aalamiin.
Terima kasih, Bro. Jangan lupa doakan aku ya.”
“Tentu, semoga kamu dan keluargamu bisa bersabar ya. Mudah-mudahan Allah
SWT memberikan jalan agar rumahmu dan semua barang-barangmu bisa segera kamu
dapatkan lagi.” Timpal Hanif menenangkan hati Erik.
“Iya, Bro. Sekali lagi terima kasih atas doanya. Sudah ya, tidak enak
ini aku memakai handpone milik
pamanku. Terlalu lama nanti takut tidak dikasih pinjam lagi. Assalamualaikum.” Erik menutup sambungan
teleponnya.
“Iya, terima kasih. Nanti kabari aku lagi ya. Wassalamualaikum,” jawab Hanif dengan perasaan lega karena dapat
mendengar suara Erik lagi, namun merasa prihatin dengan keadaan Erik sekarang.
Setelah mengetahui keadaan Erik, Hanif merasa terpanggil untuk membantu
meringankan beban yang diderita Erik. Namun apa yang dapat dilakukannya, dia
hanya seorang pelajar yang jajanpun masih minta kepada orangtuanya. “Aku harus
melakukan sesuatu, harus bisa membantu Erik, harus memberi apapun yang bisa
meringankan dan menghibur hatinya. Aku harus memberdayakan jabatanku sebagai
ketua OSIS.” bisik hati Hanif.
Akhirnya Hanif mengajak pengurus OSIS untuk menemui guru waka kesiswaan.
Hanif menceritakan peristiwa longsor
yang menimpa sahabat yang dikenalnya di dunia maya. Hanif meminta ijin
bahwa pengurus OSIS akan meminta donasi kepada seluruh siswa. Berapapun
hasilnya akan dikirim ke Erik sebagai bentuk kepedulian dan membantu sahabat
yang tertimpa musibah. Hanif bersyukur dapat membantu sahabat mayanya.**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar