Resume ke-8
MENTAL DAN NALURI PENULIS
ehasanah675@gmail.com
Ketika
membaca flyer untuk pelatihan belajar menulis pertemuan ke-9 gelombang 18 ini,
saya terpaku. Wah ini pasti materi yang sangat menarik. “Mental dan Naluri Penulis”
adalah tema yang pasti akan berhubungan dengan psikologi kejiwaan seorang
penulis dalam mengexpresikan ide, gagasan, dan buah pikirannya dalam bentuk
tulisan. Teringat akan teori psikoanalisis yang dikemukaan oleh seorang ahli
bernama Sigmund Freud. Sigmund Freud dalam teori psikoanalisi membahas tentang struktur
kepribadian dan tingkat kehidupan mental.
Kepribadian
dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur atau sistem yakni
id, ego dan superego. Ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling
berkaitan serta membentuk suatu totalitas. Sedangkan tingkat kehidupan mental
dibagi menjadi 3 tingkat kesadaran seseorang yakni; sadar (Conscious), prasadar
(Preconscious), dan tak sadar (Unconscious). Tingkat kesadaran
yang berisi semua hal yang dicermati pada saat tertentu. Menurut Freud hanya
sebagian kecil saja dari kehidupan mental (fikiran, persepsi, perasaan, dan
ingatan) yang masuk ke kesadaran (consciousness).
Ok
Kembali kepada tema menulis hari ini. Tema Mental dan Naluri Penulis akan
disajikan oleh narasumber cantik Ibu Ditta Widya Utami,
S.Pd.,Gr. Dengan moderator popular Ibu Aam Nurhasanah, S.Pd.
Untuk
mengenal lebih dekat narasumber, boleh diklik di alamat ini ya.
https://dittawidyautami.blogspot.com/p/profil.html
Mental
menulis akan berkaitan erat dengan teknik menulis. Ibarat jiwa dan raga. Teknik
menulis dan mental penulis, keduanya harus ada agar penulis dan tulisannya bisa
"hidup". Teknik menulis yang dimaksud di sini mencakup kemampuan
seseorang dalam menulis. Mulai dari pemilihan kosa kata, kemampuan membuat
outline, pemahaman mengenai gagasan utama, berbagai jenis tulisan, serta
pengetahuan lain yang bersifat teknis. Sedangkan mental penulis merujuk pada
kondisi psikologis atau batin si penulis itu sendiri.
Mental
apa saja yang harus dimiliki penulis? Silahkan bisa dibuka dan dituangkan dalam
bentuk mind map dan video materi yang bisa disimak pada link berikut:
Nah
ini yang saya katakan sesuai dengan teori psikoanalisis, tentang kesadaraan seseorang.
Salah satu mental yang harus dimiliki adalah siap belajar. Di bagian mental
penulis yang akan dibahas kemudian, mungkin ada kata yang bikin baper. Berhubungan
dengan kesadaran dalam menulis ini dapat dilihat dari
keseimbangan teknik dan mental penulis, maka ada 4 Tipe Penulis, yaitu: 1.
Dying writer, 2. Dead man, 3. Sick people, dan 4. Alive
1. Dying
writer
Tipe Dying Writer atau
penulis yang sekarat. Termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang lemah
secara teknik pun lemah mentalnya sebagai seorang penulis.
Seolah hidup segan mati
tak mau. Misalnya ikut pelatihan menulis setengah hati (lemah mental) dan tidak
berkarya membuat tulisan (yang bisa jadi karena lemah teknik, tidak tahu
bagaimana harus menulis, mendapatkan ide, dan sebagainya)
Tipe ini bukan berarti
tak mampu membuat tulisan. Hanya saja, diperlukan upaya ekstra agar orang-orang
ini "mau" hidup sehat kembali untuk menulis. Ibaratnya menjadi
penulis masih sekedar angan-angan tanpa aksi nyata.
2. Dead
man
Tipe Dead Man. Sesuai
namanya, tulisan dari kategori ini "mati". Tidak diketahui
keberadaannya. Terkubur di folder laptop. Terbungkus lembaran diary. Atau notes
yang ada di hp. Belum terpublish. Tekniknya ada (sudah mampu menulis), hanya
mentalnya masih lemah (malu, takut dikritik dsb) sehingga tidak berani
mempublish tulisan. Belum berani membuat buku atau artikel. Padahal ilmu
tentang kepenulisannya sudah mumpuni.
3. Sick
people
Tipe Sick People.
Orang-orang dalam kelompok ini adalah yang masih lemah teknik menulisnya namun
sudah cukup memiliki mental seorang penulis sehingga sudah berani mempublish
tulisannya. Mereka sudah siap jika ada yang mengkritik, mengomentari tulisan
mereka dan sejatinya sadar masih terdapat kekurangan dalam tulisannya. Misal
typo, penggunaan kata yang sama berulang kali, paragraf yang terlalu panjang, dan
lainnya. Obat bagi kategori ini tentu saja terus menulis. Tingkatkan jam
terbang dalam menulis. Insya Allah dengan sendirinya akan sembuh. Karena
semakin banyak menulis, semakin banyak review, semakin banyak baca, sehingga
bisa meminimalkan kesalahan dalam penulisan karya.
4. Alive
Tipe alive yakni tipe dengan kategori
terbaik. Tipe alive, yaitu penulis yang tulisannya hidup dan senantiasa
berkarya seperti jantung yang terus berdetak saat pemiliknya bernyawa. Orang-orang
dalam kelompok ini sudah bisa dikatakan "ahli" menulis (kuat teknik)
serta kuat mentalnya. Cirinya mudah. Meski tingkatan ahli ada pemula, menengah
dan sangat ahli, tapi secara umum kita bisa mengenali mereka. Misal saat
menulis sudah seperti kebutuhan primer seperti makan. Ibaratnya, jika tak makan
akan lapar. Begitu pula mereka yang hidup dalam menulis. Akan lapar menulis
bahkan jika sehari saja tak membuat tulisan. Ciri yang paling kentara dari
kelompok ini tentu saja seperti juara lomba menulis, bukunya tembus di jurnal
nasional, di media massa, dan sebagainya. Kelompok Alive ini termasuk kategori
pembelajar sejati. Selalu berproses. Mampu hadapi tantangan menulis (meski
puasa tetep nulis, walau sibuk menyempatkan nulis, dsb).
Apakah kita bisa menjadi alive?
TENTU BISA!
Yang
penting terus aktif menulis dan pupuk mental penulisnya. Dari kuesioner dengan
pertanyaan "Apa yang Anda takutkan ketika menulis atau mempublish
tulisan?". Ternyata dari 30 jawaban yang masuk, sebagian besar bisa
dikategorikan menjadi 2 macam ketakutan, yaitu:
1.
Takut terkait teknik penulisan (misal takut tidak sesuai kaidah penulisan,
tidak sesuai aturan penerbit, alur dan pesan tulisan yang masih belum tampak,
serta ketakutan lain yang sejenis)
2.
Ketakutan yang berhubungan dengan (penilaian) dari orang lain. Misalnya takut
dicemooh, diejek, tidak dibaca, dan sebagainya.
Teknik
menulis akan membaik jika kita sering berlatih menulis. Mental penulis akan
terbentuk ketika kita terus melatih diri mempublikasikan tulisan kita untuk
dibaca oleh orang lain. Jika mau jadi penulis hebat, kita harus mau
meningkatkan teknik dan mental menulis kita.
Nah,
masuk ke bahasan kedua tentang Naluri Penulis, saya akan berangkat dari
pengertian naluri menurut KBBI online. na·lu·ri n (1) dorongan hati atau nafsu
yang dibawa sejak lahir; pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk
berbuat sesuatu; insting; (2) Psi perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan
tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan hidup, terdapat pada semua
jenis makhluk hidup.
Penulis
sejati berangkat dari keresahannya. Membuatnya berbuat melalui
"tulisan". Ia mengubah dunia dengan tulisan. Mengubah orang-orang
melalui goresan tintanya. Orang yang memiliki naluri penulis, akan
mengoptimalkan seluruh inderanya sehingga bisa menghasilkan karya berupa
tulisan. Ada banjir yang melanda, dilihat di depan mata banyak orang mengungsi
dsb, kemudian tergerak membuat tulisan. Itu adalah contoh sosok yang memiliki
naluri penulis.
Ada
lagu syahdu yang bisa menjadi renungan, ia tuangkan dalam bentuk tulisan. Ini
pun contoh naluri penulis. Kenali diri dan lingkungan, lalu buatlah tulisan.
Maka karya karya yang kita hasilkan akan mengasah naluri penulis dalam diri
kita.
Ada
tips untuk mengenal diri kita sendiri dan bagaimana mengelolanya.
Tanggapan
dan pertanyaan dari peserta pelatihan belajar menulis gelombang 18.
Pertanyaan;
Sudah
berapa judul buku karya Neng Ditta, dan sebutkan 1 judul yang paling berkesan
beserta alasannya?
Jawabannya;
Kalau
buku solo yang dicetak sudah ada 3. Yakni buku;
1.
Lelaki di Ladang Tebu (kumpulan cerpen pendidikan)
2.
Membongkar Rahasia Menulis (kumpulan artikel saat lomba blog PGRI)
3.
Sepenggal Kisah Corona (tentang memoar kehidupan saya selama satu tahun pandemi
- sedang proses cetak).
Sedangkan
dalam platform menulis, ada novel berjudul Precious di Wattpad dan 2 short
story "Mengapa Tak Kau Tanyakan Saja" (Wattpad) dan Djogja Backpacker
(Storial)
Semuanya
berkesan. Tapi jika ditanya yang paling berkesan, tentu buku solo pertama ya. Karena
dalam buku ini, penulis menuangkan kisah hidup beberapa murid yang diubah dalam
bentuk cerpen. Bentuknya fiksi tapi based on true story.
Pertanyaan;
Bagaimana
cara mengatur tulisan agar tidak terseret hukum ? Misalnya tulisan yang
mengkritik tapi dikemas indah.
Jawaban:
Di
negara kita ini memang bisa dibilang orang-orangnya masih antikritik. Belum
siap dikritik, tapi senang mengkritik. Agar tidak berurusan dengan hukum,
hindari hal-hal terkait SARA.
Jika
ingin mengkritik salah satu yang aman adalah melalui kolom media massa,
misalnya surat pembaca. Jika ingin mengkritik namun dikemas indah, salah
satunya gunakan konotasi. Majas, pantun atau puisi. Melalui kisah pun kita bisa
mengkritik. Jika masih khawatir, sebaiknya jangan langsung sebutkan nama/badan
yang kita kritik.
Pertanyaan:
Bagaimana
mengatasi supaya tidak mudah down dalam menulis. Misalnya, sudah pede mau
mempublikasikan tulisan, setelahnya tidak ada yang memberi komentar. Atau terlambat
mengirim resume, bisa langsung down, kecil hati, gak mau terpacu lagi. Yang ada
dipikiran selalu: yang penting nulis, terserah mau dilirik apa gak?
Jawaban;
Disarankan
agar melakukan upgrade niat atau target menulisnya. Membuat resume di pelatihan
ini kan tidak dibatasi waktu. Itulah enaknya pelatihan ini. Artinya, jika belum
sempat menulis Dari ini, kita masih bisa menulis resume esok atau lusa. Meski
baiknya di hari yang sama agar materinya masih hangat di kepala. Agar tidak
cepat down, buat target yang lebih besar. Misal jika mulanya hanya ingin
membuat resume, upgrade jadi membuat buku dari resume. Maka, meski telat, insya
Allah kita akan tetap semangat membuat resume karena punya target yang lebih
besar. Semakin detail tujuan/target semakin bagus. Catumkan saja kapan buku
resume akan dicetak, penerbit mana, berapa halaman, dan sebagainya. Insya Allah
memotivasi untuk selalu menulis. Tidak ada komentar bukan berarti tidak dibaca
orang ya. Kalau speechless kadang tidak bisa berkomentar. Tapi dalam hati
berterima kasih pada penulisnya.
Pertanyaan:
Bagaimana
cara mengenali kelemahan dan kekuatan kita dalam menulis?
Jawaban:
Sungguh
tidak ada yang mengenali diri kita sebaik kita sendiri. Orang memang bisa
menilai kita, tapi seperti apa kita sesungguhnya hanya kita yang tahu. Namun
ada pepatah mengatakan, bahwa jika kamu ingin tahu siapa dirimu, bertanyalah
pada sahabtmu. Karena ia akan mengungkapkan kelebihan dan kekuranganmu tanpa
melebihkan atau menguranginya. Jadi, jika belum bisa mengenali kelemahan dan
kekuatan dalam menulis, bisa meminta bantuan sahabat lain untuk mengomentari.
Atau, tanyakan pada ahlinya.Gaya menulis sedikit banyak dipengaruhi dari minat
kita dalam membaca. Jadi seperti apa yang dibaca, itulah yang biasanya membawa pada
gaya menulis tertentu. Misal orang yang senang sastra, dalam tulisannya gaya
bahasanya pasti menggunakan diksi diksi indah.
Pertanyaan:
Bagaimana
mengelola rasa takut mungkin salah satu mental.block yang harus dienyahkan
karena ada teman yang " mencemooh" misalnya?
Jawaban:
Salah
satu mengelola rasa takut adalah dengan mengenali apa yang kita takutkan. Kenali
apa yang ditakutkan. Mungkin prinsip ini bisa membantu :
Kita
tak kan pernah membahagiakan seluruh penduduk bumi. Tapi pasti, akan ada yang
merasakan manfaat dari apa yang kita lakukan/tulis. Maka, walau pun ia hanya
seorang, berbahagialah. Karena kita masih bisa menebar manfaat padanya. Gelap
itu ada karena ketiadaan cahaya. Maka, fokuslah pada titik terang, bukan titik
gelapnya.
Pertanyaan:
Adakah
tehnik khusus dalam menulis, agar terasa enjoy dan menulis tidak seperti beban?
Jawaban:
Disarankan
selalu bawa catatan atau alat untuk mencatat sesuai kenyamanan. Ide bisa datang
dari mana saja. Kalau kita membawa catatan, setiap ada ide, minimal tuliskan
garis garis besarnya. Pikiran pokok yang akan kita tuangkan. Bisa di buku
catatan, hp, atau laptop (disesuaikan). Bisa juga dengan merekam. Yang penting,
pokok atau ide idenya dituangkan dulu. Kalau sudah ada ide pokoknya, maka di
waktu luang bisa kita kembangkan menjadi tulisan.
Pertanyaan:
Langkah
apa yang bisa dilakukan agar mampu memantapkan diri, menemukan tipe apa yang
sebenernya di dunia literasi? Bagaimana menembus penerbit mayor? Kalau boleh bagi tipsnya.
Jawaban:
Kemantapan
diri berhubungan dengan kemantapan hati. Hati kecil tak pernah berdusta.
Langkahnya ikuti kata hati, apa yang paling disenangi. Karena, saat kita
memilih apa yang kita senangi dan kuasai, seberat apa pun rintangan yang akan
menghadang, pasti tetap akan kita lalui dan bukannya menyerah. Untuk bisa
tembus penerbit mayor, beberapa tips antara lain usahakan tema menarik,
penulisan sudah sesuai PUEBI, sesuaikan dengan kebutuhan penerbit dan sebagainya
(akan dibahas lebih lanjut oleh narsum dari Penerbit Andi, insya Allah. So,
tetap ikuti kelas ini ya)
Pertanyaan:
Bagaimana
cara agar selalu konsisten dalam menulis sehingga bisa menghasilkan karya yang
hebat?
Jawaban:
Mengutip
saja dari seorang Kompasianer
"Menulis
dan teruslah untuk menulis. Karena tulisanmu sesungguhnya adalah bentuk asahan
dari nalurimu!" Imam Chumedi, kompasianer
Tanggal pertemuan
ke-9: Jumat, 23 April 2021
Resume ke: 8
Tema: Mental dan
Naluri Penulis
Narasumber: Ditta
Widya Utami, S.Pd., Gr.
Gelombang: 18
Ibu ini luarbiasa semangat nya mengalahkan kaula muda. Sungguh inspiratif sekali bu
BalasHapusTerimakasih ya bun. Klo lgi bisa ya dikerjakan bun.
Hapuswaah suka.opening statement nya.bu..tentang teori psikoanalisis...mantap..👍😊
BalasHapusSepakat dengan Bu Weni. Jadi nambah wawasan 👍🏻 keren.
HapusTerima kasih sudah berkenan membuat resumenya, Bu 😊🙏🏻
Iya kesadaran diri untuk menulis ini susah bun. Konsistennya. Mentalnya harus dibangun. Terimakasih ya sudah mampir.
BalasHapusSuper lengkap, bu 👍👍 kereeennn ...
BalasHapusMantul resumenya. Lengkap isinya..
BalasHapus