Jumat, 18 Desember 2020

Reminder

 LISAN

Oleh: E. Hasanah

          Lisan menunjukkan kata benda yang berarti lidah, juga berarti kata-kata yang diucapkan. Atau berkenaan dengan kata-kata yang diucapkan dengan mulut bukan dengan surat (Kamus Besar Bahasa Indonesia /KBBI). Berbicara lisan itu sangat menarik karena apabila digunakan dengan benar akan membawa manfaat, dan apabila tidak bijak menggunakannya akan membawa madhorat. Pepatah Arab mengatakan, salâmatul insan fî hifdhil lisân (keselamatan seseorang tergantung pada lisannya). Dengan lisannya seseorang bisa menolong orang lain. Juga karena lisannya seseorang dapat menimbulkan kerugian tak hanya bagi dirinya sendiri tapi juga bagi orang lain.

          Sangat penting bagi kita menjaga lisan ini. Sebagai orang Islam, hendaklah memperhatikan bunyi hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari:

   وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَـيْرًا أَوْ لِيَـصـمُــتْ

Artinya; “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.”

          Jelas hadits tersebut mengajarkan kepada kita untuk berkata yang baik, menggunakan lisan menyampaikan hal-hal yang benar. Dan jika tidak bisa menjaganya lebih baik diam. Perlu mencermati bahwa Rasulullah SAW dalam hadits tersebut mengungkapkan nilai keimanan seseorang sebelum memperingatkan tentang bagaimana sebaiknya lisan digunakan. Keimanan adalah hal mendasar bagi umat Islam. Ini menunjukkan bahwa urusan lisan bukan urusan sepele tapi perlu dicermati. Hadits di atas bisa dipahami sebaliknya (mafhum mukhalafah) bahwa orang-orang yang tidak berkata baik maka patut dipertanyakan kualitas keimanannya kepada Allah dan hari akhir.

Kenapa lisan dihubungkan dengan keimanan 

kepada Allah dan hari akhirat?

        Karena lisan mengandung pesan bahwa segala ucapan yang dikeluarkan dari mulut itu, sejatinya selalu dalam pengawasan Allah. Ucapan itu juga mengandung pertanggungjawaban, bukan hanya di dunia melainkan di akhirat pula. Orang yang berkata seenaknya tanpa mempertimbangkan dampak buruknya, menunjukkan pengabaian terhadap keyakinan bahwa Allah selalu hadir menyaksikan dan hari pembalasan pasti akan datang. Allah juga mengutus malaikat khusus untuk mengawasi setiap ucapan kita, sesuai firmanNYA dalam QS. Qaf [50] ayat 18.

   مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

"Tak ada suatu katapun yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat." (QS. Qaf [50] :18)

          Mari kita menjaga lisan kita dari perkataan yang tidak bermanfaat, jauhkan dari kata-kata yang bersipat ghibah atau membicarakan keburukan orang lain. Ghibah terkadang tanpa sadar keluar sebagai kembang obrolan yang asyik, namun itu berefek mempertaruhkan reputasi orang lain, memupuk kebencian, serta merusak kepercayaan dan kehormatan orang lain.

Bahkan lisan juga tanpa terasa mengeluarkan fitnah, yakni sengaja menebar berita tidak benar dengan maksud merugikan pihak yang difitnah. Umumnya fitnah ini berujung adu domba, sehingga pertengkaran bahkan pembunuhan terjadi. Ini sikap sangat dibenci Islam. Fitnah lebih keji dari kebohongan dan ini sangat menyakitkan. Inilah relevansi manusia dikarunia akal sehat, agar bisa berpikir terhadap setiap kata yang diucapkan.

Berbicara tentang nilai kebaikan pada lisan, ini juga akan berdampak pada timbulnya kualitas ucapan yang dilontarkan. Ini penting dicatat supaya kesalahan tak berlipat ganda karena lisan yang tak terjaga.

Rasulullah bersabda:

   إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَـافُ عَلَيْــكُمْ بَعْدِيْ كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِـيمُ اللِّسَانِ

“Sungguh yang paling aku khawatirkan atas kalian semua sepeninggalku adalah orang munafiq yang pintar berbicara” (HR At-Tabrani).

 

Di era globalisasi ini, kata-kata atau ujaran tak semata muncul dari mulut tapi juga bisa dari pikiran dan opini yang muncul di status Facebook, cuitan di Twitter, meme di Instagram, konten video, dan lain sebagainya. Di media sosial tak jarang juga dijadikan ajang tempat berbuat ghibah, fitnah, tebar kebohongan, provokasi kebencian, bahkan sampai ancaman fisik yang membahayakan.

Lisanpun meluas maknanya mencakup pula opini-opini di dunia maya yang secara nyata juga mewakili lisan kita. Dampak yang ditimbulkannya pun sama, mulai dari adu domba, tercorengnya martabat orang lain, sampai bisa perang saudara. Hendaknya kita berhati-hati menulis sesuatu di media sosial. Berpikir dan ber-tabayyun (klarifikasi) menjadi sikap yang wajib dilakukan untuk menjamin bahwa apa yang kita lakukan bernilai maslahat, atau sekurang-kurangnya tidak menimbulkan mudarat.

Ingat bahwa Allah SWT mengutus malaikat khusus untuk mengawasi kata-kata kita, baik kata-kata yang keluar dari mulut kita maupun ketikan jari-jari kita di media sosial.

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tak ada suatu katapun yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat." (QS. Qaf [50] :18)

 

Wallahu a’lam bish-shawabi

2 komentar:

  1. Oh teringat pada kalimat " Mulutmu harimaumu" oh seram

    BalasHapus
  2. Iya bun... mengingatkan kepada diri sendiri. dan mudah2an yang lain juga bisa mengambil hikmahnya.

    BalasHapus

KSP

Kurikulum Satuan Pendidikan  Mengawali tahun pelajaran 2024-2025 pada hari Senin, 15 Juli 2024 semua madrasah melaksanakan Matsama (Masa ta&...